SILABUS DAN SAP KULIAH TAFSIR TARBAWI

Mata Kuliah    : Tafsir Tarbawi

Kode MK        :

Program studi  : Pendidikan Agama Islam

Semester          : V

Beban Kredit  :
Dosen              : AL AZHAR, S.Pd.I., M.PdI

E-mail/             : alazhar008@gmail.com

Web                 : https://agantuger.wordpress.com

 

  1. Deskripsi Mata Kuliah

Mata kuliah Tafsir Tarbawi secara khusus diprogramkan untuk para mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam dan Keguruan. Penafsiran atas Al-Qur’an mutlak diperlukan agar pesan dan ajaran yang terkandung di dalamnya dapat diaktualisasikan dalam kehidupan umat Islam. Mata Kuliah Tafsir Tarbawi mengkaji tentang penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang Allah, nabi dan rasul, manusia, alam semesta, dan ilmu pengetahuan, masyarakat, kebaikan dan kejahatan, serta kehidupan akhirat. Tema-tema ini merupakan pokok-pokok ajaran Islam dan menjadi dasar yang sangat penting dalam merumuskan konsep pendidikan Islam. Oleh sebab itu, sebagai calon pendidik/guru, para mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam STAI Syarif Muhammad Raha disyaratkan untuk memahami pesan-pesan dan ajaran-ajaran Al-Qur’an mengenai tema-tema tersebut.

 

  1. Tujuan Pembelajaran

Pembelajaran Mata Kuliah Tafsir Tarbawi di Program Studi Pendidikan Agama STAI Syarif Muhammad Raha bertujuan agar mahasiswa mampu menggali dan merumuskan konsep-konsep pendidikan menurut Al-Qur’an dengan menafsirkan ayat-ayat tentang topik-topik yang menjadi dasar (filosofi) dalam mengembangkan pengetahuan, nilai dan sikap serta keterampilan dalam membentuk pribadi dan masyarakat Islami melalui sebuah sistem pendidikan Islam.

 

 

 

  1. Topik Kajian
NO TATAP MUKA MATERI PERKULIAHAN
1 I Kontrak Belajar dan Orientasi Mata Kuliah Tafsir Tarbawi
2 II Tafsir ayat Alquran tentang kewajiban belajar-mengajar
3 III Tafsir ayat Alquran tentang Tujuan Pendidikan
4 IV Tafsir ayat Alquran tentang Subyek Pendidikan: Pendidik/Guru
5 V Tafsir ayat Alquran tentang obyek Pendidikan: Anak Didik/Murid
6 VI Tafsir ayat Alquran tentang Lingkungan Pendidikan Keluarga
7 VII UTS
8 VIII Tafsir ayat Alquran tentang Lingkungan Pendidikan Sekolah
9 IX Tafsir ayat Alquran tentang Lingkungan Pendidikan Masyarakat
10 X Tafsir ayat Alquran tentang Materi Pendidikan
11 XI Tafsir ayat Alquran tentang Metode Pendidikan
12 XII Tafsir ayat Alquran tentang Alat/ Media Pendidikan
13 XIII Tafsir ayat Alquran tentang Evaluasi Pendidikan
14 XIV UAS

 

  1. Strategi Pembelajaran

Perkuliahan Tafsir Tarbawi dilaksanakan dengan menerapkan strategi pembelajaran aktif (active learning). Penerapan strategi ini dimaksudkan agar proses pembelajaran di kelas dapat berlangsung secara partisipatif, variatif, dan interaktif. Berdasarkan karakteristik mata kuliah ini, beberapa teknik yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran aktif ini antara lain: Reading Guide (Panduan Membaca), Group Resume (Resume kelompok), Questions Students Have (Pertanyaan dari Mahasiswa), Active Knowledge Sharing (Saling Tukar Pengetahuan), Information Search (Mencari Informasi), Jigsaw Learning (Belajar Model Jigsaw), Everyone is a Teacher Here (Semua Bisa Jadi Guru), Modeling the Way (Membuat Contoh Praktik), dan Developmental Discussion (Diksusi Pengembangan). Pada setiap tatap muka, materi kuliah disampaikan dengan kombinasi beberapa teknik pembelajaran sesuai dengan karakteristik masing-masing materi.

  1. Evaluasi

Penilaian hasil belajar mahasiswa untuk mata kuliah Tafsir Tarbawi dihitung berdasarkan akumulasi dari hasil evaluasi aspek-aspek berikut:

  1. Tugas                            : 33,3 % (penguasaan makalah)
    2. Kehadiran Kuliah    : 33,3 %
  2. UTS & UAS                 : 33,3 %
    Nilai akhir semester mahasiswa bergantung pada hasil total evaluasi sebagaimana  rincian  tersebut di atas.

 

  1. Referensi
  2. Abdullah, Abdurrahman Saleh. Educational Theory: A Quranic Outlook, diterjemahkan oleh M. Arifin dan Zainuddin dengan judul Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an. II; Jakarta: Rineka Cipta, 1994.
  3. Nata, Abuddin. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan: Tafsir al-Ayat al-Tarbawiy.  I; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.
  4. Marconi, Achmad. Bagaimana Alam Semesta Diciptakan: Pendekatan Al-Qur’an dan Sains Modern.  I; Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 2003.
  5. Purwanto, Agus. Ayat-Ayat Semesta: Sisi-Sisi Al-Qur’an yang Terlupakan.  I; Bandung: Mizan, 2008.
  6. Abdurrahman, Aisyah (Bintusy-Syathi`). Maqāl fī al-Insān: Dirāsat Qur’āniyyah,diterjemahkan oleh M. Adib al-Arief dengan judul Manusia: Sensitivitas Hermeneutika Al-Qur’an.  I; Yogyakarta: LKPSM, 1997.
  7. Al-Aridl, Ali Hasan.  Tārikh`Ilm at-Tafsīr wa Manāhij al-Mufassirīn, diterjemahkan oleh Ahmad Akrom dengan judul Sejarah dan Metdologi Tafsir.  II; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994.
  8. Rosadisastra, Andi. Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial.  I; Jakarta: Amzah, 2007.
  9. Rahman, Fazlur. Major Themes of the Qur’an, diterjemahkan oleh Anas Mahyuddin dengan judul Tema Pokok Al-Qur’an.  I; Bandung: Pustaka, 1403 H./1983 M.
  10. Suryadilaga, M. Alfatih., dkk. Metodologi Ilmu Tafsir.  I; Yogyakarta: Teras, 2005.
  11. Rahardjo, M. Dawam. Ensiklopedi Al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci.  II; Jakarta: Paramadina, 2002.
  12. Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat.  XI; Bandung: Mizan, 1416 H./1995 M.
  13. Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbāḥ: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an.  II; Jakarta: Lentera Hati, 2004.
  14. Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu`i atas Pelbagai Persoalan Umat.  V; Bandung: Mizan, 1417 H./1997 M.
  15. Ahmad E.Q., Nurwadjah. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan: Hati yang Selamat hingga Kisah Luqman.  I; Bandung: Marja`, 2007.
  16. Qardhawi, Yusuf. An-Nāṣ wa al-Ḥaqq, diterjemahkan oleh Muhammad Luqman Hakiem dengan judul Epistemologi Al-Qur’an: Al-Haq.  II; Surabaya: Risalah Gusti, 1996.
  17. Gojali, Nanang. Manusia, Pendidikan dan Sains dalam Tafsir Hermeneutik.  I; PT Rineka Cipta, 2004.
  18. Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Qur’an. Cet. I; Bandung: Alfabeta, 2009.
  19. Yusuf Al-Qaradhawi, Kaifa Nata`āmal ma`a al-Qur’ān, diterjemahkan oleh Abdul Hayyie al-Kattani dengan judul Berinteraksi dengan Al-Qur’an (Cet. II; Jakarta: Gema Insani Press, 2000).
  20. Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an 1 (Cet. I; Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000).
  21. Muhammad Chirzin, Nur `Ala Nur: 10 Tema Besar Al-Qur’an sebagai Pedoman Hidup(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2011).
  22. Syahminan Zaini, Isi Pokok Ajaran AlQur’an (Cet. III; Jakarta: Kalam Mulia, 2005).

DOWLOAD FILE DI SINI:

Silabus Mata Kuliah Tafsir Tarbawi I

 

 

 

Pendidikan Islam

A. Pengertian Pendidikan Islam

Pembelajaran kontekstual muncul seiring dengan kritik terhadap pembelajaran tradisional yang menekan dan kurang bermakna. Pembelajaran kontekstual memberikan sebuah pilihan kepada peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga sangat menghargai potensi yang ada pada peserta didik.

Untuk memahami definisi Pendidikan Islam, diperlukan pembahasan terhadap tiga istilah dalam bahasa Arab, yakni (1) At-tarbiyah, (2) At-ta’lim, dan (3) At-ta’dib. Salah satu rekomendasi seminar Internasional Pendidikan Islam  di Makkah Al Mukarramah, 1983, menyangkut definisi Pendidikan Islam.

Ketiga istilah di atas, at-ta’lîm, at-tarbiyah, dan at-ta’dîb, merupakan istilah dalam Bahasa Arab yang memiliki konotasi (pengertian) masing-masing. Menurut salah satu pendapat bahwa istilah At-tarbiyah dan At-ta’dib memiliki pengertian lebih dalam dibanding dengan istilah At-ta’lim (Dipertais, 1982–1983:26–27). Menurutnya At-ta’lim berarti hanya pengajaran (penyampaian pengetahuan) sedang pada kedua istilah lainnya mengandung juga makna pembinaan, pimpinan, dan pemeliharaan. Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” yang diberi awalan “pe” dan akhiran “kan”, mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu “paedagogie”, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak (Ramayulis, 2002: 1).

Menurut para ahli filsafat pendidikan menyatakan bahwa dalam merumuskan pengertian pendidikan sebenarnya sangat tergantung kepada pandangan terhadap manusia; hakikat, sifat-sifat atau karakteristik, dan tujuan hidup manusia itu sendiri. (M. Bashori Muchsin dkk, 2010: 1).

Seseorang atau sekelompok orang yang berusaha mempelajari atau mengkaji masalah pendidikan berarti memasuki masalah proses, manajemen, atau transformasi yang mengikat perjalanan hidupnya maupun orang lain. Oleh karena itu, sebelum membicarakan definisi pendidikan Islam, maka perlu diketahui terlebihdahulu pengertian pendidikan secara umum, sebagai titik tolak memberikan definisi pendidikan Islam.

Menurut Ahmad D. Marimba mengemukakan bahwa, pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. (Ahmad D. Marimba, 1987: 19).

Dalam perspektif sosiologi, pendidikan diartikan sebagai proses timbal balik dari tiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan teman dan dengan alam semesta. (Zuhairini, 1998: 150).

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 1 (UU RI, 2003: 3) dikemukakan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan bantuan yang diberikan untuk mengembangkan potensi atau kemampuan serta penyesuaian diri, yang dilakukan secara sadar demi terwujudnya tujuan pendidikan.

Penekanan makna pendidikan Islam adalah menuju kepada pembentukan kepribadian, perbaikan sikap mental yang memadukan iman dan amal shaleh yang bertujuan pada individu dan masyarakat, penekanan pendidikan yang mampu menanamkan ajaran Islam dengan menjadikan manusia yang sesuai dengan cita-cita Islam yang beroriantasi dunia dan akhirat.

Pendidikan Islam adalah suatu pendidikan yang melatih perasaan murid-murid dengan cara begitu rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan, mereka dipengaruhi sekali oleh nilai spiritual dan sangat sadar akan nilai etis Islam. (Sayed Sajad Husain dan Syed Ali Ashraf, 1986: 2).

Menurut Yusuf al-Qardhawi, pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal, dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Karena itu, pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya. (Azyumardi Azra, 1998: 5).

Menurut Hasan Langgulung, yang dikutip oleh Bashori Muchsin dkk. Mengatakan pendidikan Islam merupakan suatu proses penyipan generasi muda untuk mengisi peran, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat. (Bashori Muchsin dkk, 2010: 6).

Pendidikan Islam adalah suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah, sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia, baik duniawi maupun ukrawi” (H.M. Arifin, 2003: 8). Pendidikan Islam mempunyai dua aspek terpenting, yaitu: aspek pertama yang ditujukan kepada jiwa atau pembentukan kepribadian anak, dan kedua, yang ditujukan kepada pikiran yakni pendidikan Islam itu sendiri.

Muhammad Fadhil al-Jamali (1986: 3) memberikan definisi pendidikan Islam dengan: “Upaya mengembangkan, mendorong, serta mengajak manusia untuk lebih maju denga berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga membentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan”.

Selain itu, Haidar Putra Daulay & Nurgaya Pasa, (2012: 3) juga berpendapat bahwa Pedidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmaniah maupun rohaniah, menumbuh suburkan hubungan yang harmonis setiap pribadi dengan Allah, manusia, dan alam semesta.

Menurut istilah, pengertian pendidikan Islam  adalah menyampaikan seruan agama dengan berdakwah, menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih keterampilan berbuat, memberi motivasi, dan menciptakan lingkungan sosial yang mandukung pelaksanaan ide pembentukan pribadi muslim (Zakiah Daradjat, 1996:27).

Jadi pendidikan Islam itu  lebih  banyak  ditunjukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun keperluan orang lain. Pendidikan Islam  tidak hanya bersifat teoritis saja, tetapi juga praktis. Ajaran Islam  tidak memisahkan antara iman dan amal shaleh.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam  adalah berbagai usaha yang dilakukan oleh seseorang (pendidik) terhadap anak didik agar tercapai perkembangan maksimal yang positif. Usaha itu banyak macamnya, satu diantaranya ialah dengan cara mengajarnya, yaitu mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya. Selain itu, ditempuh juga usaha lain yakni, memberi contoh (teladan) agar ditiru, memberi pujian dan hadiah, mendidik dengan cara membiasakan, dan lain-lain.

B. Dasar Pendidikan Islam

Pendidikan Islam merupakan usaha, kegiatan dan tindakan yang dilakukan secara sengaja untuk mencapai suatu tujuan harus mempunyai landasan kemana semua kegiatan dan semua perumusan tujuan pendidikan Islam itu  dihubungkan.

Sumber pendidikan Islam yang dimaksudkan di sini adalah semua acuan atau rujukan yang darinya memancarkan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang akan ditransinternalisasikan dalam pendidikan Islam. Sumber ini tentunya telah diyakini kebenarannya dan kekuatannya dalam mengantar aktivitas pendidikan Islam dan telah teruji dari waktu ke waktu. Sumber pendidikan Islam terkadang disebut denga dasar ideal pendidikan Islam (Abdul Mujib dan  Jusuf Mudzakkir, 2010:  31).

Menurut Sri Minarti, para pemikir muslim membagi sumber atau dasar pedidikan Islam menjadi empat bagian, yaitu al-Qur`an, as-Sunnah, alam semesta dan ijtihad. (Sri Minarti, 2013: 41).

  1. AlQuran

AlQuran menurut bahasa, adalah bentuk masdar (asal kata) dari kalimat “qara`a” memiliki arti mengumpulkan (al-jam`u) dan menggabungkan (adh-dhommu), Qiraa`ah berarti: menggabungkan huruf-huruf dan kalimat-kalimat satu dengan yang lainnya secara tertib (tartil). al-Qur’an pada asalnya seperti al-Qira`ah, yaitu masdar (asal kata) dari qara`a qira`atun dan qur`anan. Adapun menurut istilah, al-Quran adalah kalam Allah yang mengandung mukjizat, diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad, ditulis di mushaf dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah.

Al-Quran merupakan sumber dasar pendidikan Islam yang pertama dan utama karena  al-Quran memiliki nilai-nilai yang absolut (mutlak) yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw. melalui malaikat Jibril. Nilai esensi  dari al-Quran selamanya abadi dan relevan dengan perkembangan zaman, tidak terpengaruh oleh waktu, dan tanpa adanya perubahan sama sekali. Al-Quran membutuhkan penafsiran untuk menggali semua ajaran yang terkandung di dalamnya. Usaha ini kemudian dalam konteks pendidikan Islam, memunculkan nilai-nilai yang membawa misi agar umatnya mampu menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran.

Al-Quran merupakan sumber pendidikan Islam yang terlengkap yang mencakup kemasyarakatan (sosial), moral (akhlak), spiritual (kerohanian), material (kejasmanian), dan alam semesta. (Sri Minarti, 2013: 44).

  1. AsSunnah

Secara bahasa, sunnah berarti jalan, metode dan program. Sedangkan secara istilah, baik itu berupa perkataan, perbuatan, peninggalan, sifat, pengakuan, larangan, hal yang disukai dan dibenci, peperangan, tindak-tanduk, dan seluruh kehidupan Nabi” (An-Nahlawi, 2004: 3).

Ketika kita merujuk pada sumber utama ajaran Islam, maka akan ditemukan pernyataan yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad Saw. merupakan uswah hasanah yang paling utama bagi ummatnya. Sebagaimana dinyatakan di dalam al-Quran surat al-Ahzab ayat 21 yang berbunyi:

ô‰s)©9 tb%x. öNä3s9 ’Îû ÉAqߙu‘ «!$# îouqó™é& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöqu‹ø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (QS. al-Ahzab [33]: 21). (Departemen Agama RI, 2005: 420).

Dari sinilah dapat dilihat bagaimana posisi al-Hadits sebagai sumber atau dasar pendidikan Islam setelah al-Quran. Eksistensinya merupakan sumber inspiras ilmu pengetahuan yang berisikan keputusan dan penjelasan Nabi dari pesan-pesan Ilahiyah yang tidak terdapat dalam al-Quran (Sri Minarti, 2013: 49).

Dalam pendidikan, as-Sunnah memiliki dua manfaat pokok: Pertama, as-Sunnah mampu menjelaskan konsep dan kesempurnaan pendidikan Islam sesuai dengan konsep al-Quran, serta lebih merinci penjelasan al-Quran. Kedua, as-Sunnah dapat menjadi contoh yang tepat dalam menentukan metode pendidikan. Zakiah Daradjat (2009: 21) berpendapat tentang asSunnah bahwa: “Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah al-Quran”. Seperti al-Quran, Sunnah juga berisi akidah dan syariat. Sunnah berisi petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertakwa.

  1. Alam Semesta

Dalam pandangan al-Quran, tidak ada peristiwa yang terjadi secara kebetulan. Semuanya terjadi dengan hitungan, baik dengan hukum alam yang telah dikenal manusia maupun yang belum. Kaum muslim yang beriman tetap percaya bahwa kitab yang mulia ini berasal dari Allah Swt. Pencipta alam semesta yang mendidik dan memelihara manusia.

Merupakan suatu kelaziman bahwa ayat kauniyah selalu menjadi bahan telaahan bagi para kaum intelektual. Bahkan awal turunnya wahyu merupakan indikasi perintah membaca yang tercakup dalam surat al-Alaq[96]: 1-5, yang berbunyi:

ù&tø%$# ÉOó™$$Î/ y7În/u‘ “Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ   t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ   ù&tø%$# y7š/u‘ur ãPtø.F{$# ÇÌÈ   “Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ   zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ

Artinya: bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. al-Alaq[96]: 1-5). (Departemen Agama RI, 2005: 598).

Hal ini juga diidentifikasikan secara kuat bahwa yang harus dibaca pada waktu itu bukanlah al-Quran yang berupa mushaf, karena pada waktu itu al-Quran belum ada sama sekali, namun pada waktu itu yang harus dibaca adalah kaun yang harus diorientasikan atas wawasan transcendental, religious, dan ketuhanan (Sri Minarti, 2013, hlm. 53-54).

  1. Ijtihad

Ijtihad yaitu berfikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syariat Islam untuk menetapkan atau menentukan sesuatu hukum syariat Islam dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh al-Quran dan as-Sunnah” (Zakiah Daradjat, 2009: 21).

Menurut Daud yang dikutip dalam tesis Sulaiwi (2013: 19) menjelaskan bahwa:

Berijtihad berarti berusaha bersungguh-sungguh dengan menggunakan seluruh kemampuan akal pikiran, pengetahuan dan pengalaman manusia yang memenuhi syarat untuk mengkaji dan memahami wahyu dan sunnah serta mengalirkan ajaran, termasuk ajaran mengenai hukum (fikih) Islam dari keduanya.

Ijtihad dalam bidang pendidikan ternyata semakin perlu sebab ajaran Islam yang terdapat dalam al-Quran dan as-Sunnah adalah bersifat pokok-pokok dan perinsip-perinsipnya saja. Bila ternyata ada yang agak terperinci, maka perincian, itu adalah sekedar contoh dalam menerapkan yang perinsip itu. Sejak diturunkan sampai Nabi Muhammad Saw. wafat, ajaran Islam telah tumbuh dan berkembang melalui ijtihad yang dituntut oleh perubahan situasi dan kondisi sosial yang tumbuh dan berkembang pula (Zakiah Daradjat, 2012:  21-22).

Fungsi ijtihad adalah untuk mendapatkan solusi hukum jika ada suatu masalah yang harus ditetapkan hukumnya, tetapi tidak dijumpai dalam al-Quran maupun hadist. Jadi, jika dilihat dari fungsi ijtihad tersebut, maka ijtihad mendapatkan kedudukan dan legalitas dalam Islam.

C. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah kegiatan selesai dan  memerlukan usaha dalam  meraih tujuan tersebut. Pengertian tujuan pendidikan adalah perubahan yang diharapkan   pada   subjek   didik   setelah   mengalami   proses penddikan baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya dimana individu hidup (Zuhairini dkk, 1995:159).

Menurut Achmadi (1992:63), tujuan pendidikan Islam  adalah sejalan dengan pendidikan hidup manusia dan peranannya sebagai makhluk Allah Swt.  yaitu semata-mata hanya beribadah kepada-Nya.

Sedangkan menurut Ayoeb Amin (2014: 1), dalam mimeonya menyebutkan bahwa ada tiga tujuan pendidikan:

  1. Tujuan penciptaan manusia, yaitu khalifah Allah انى جا عل فى الارض خليفة (Q.S. 2:30) dan abd Allah وما خلقت الجن والانس الا ليعبدون(Q.S. 51: 56).
  2. Tujuan risalah Muhammad saw, yaitu menyempurnakan akhlak انما بعست لاتمم مكا رمالاخلاق(Hadits), menjadi rahmah bagi alam semesta  وما ارسلناك الارحمة للعلمين(Q.S. 21: 107), dan berdakwah  ادع الى سبيل ربك(Q.S. 16: 125).
  3. Tujuan orang tua, yaitu anak saleh اَنَّ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم قال اِذَا مات الانسان انقطع عنه عمله الا من ثلاثة الا من صدقة جارية أؤ علم ينتفع به أؤ ولد صا لح يدعو له (HR. Muslim 8/405).

 

Berdasarkan uraian di atas, tujuan pendidikan Islam adalah menyiapkan manusia untuk beribadah kepada Allah SWT apapun menteri yang diajarkan dan cara apapun yang ditempuh untuk mengerjakannya, tujuannya hanya satu yaitu untuk mengharapkan ridha Allah SWT dengan mendekatkan diri kepada-Nya.

D. Materi Pendidikan Islam

Menurut Baharuddin dan Malik mengatakan bahwa, “materi pendidikan dapat dipahami sebagai sekumpulan pengetahuan (nilai) yang ingin disampaikan oleh pendidik kepada peserta didik” (Baharuddin & Malik, 2011: 192).

Menurut Muhammad Ismail Yusanto, dkk. (2014: 67), yang mengutip pendapat Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin, bab Ilmu, berdasarkan kewajibannya membagi ilmu menjadi dua kategori, yakni:

Pertama ilmu fardhu ‘ain (kewajiban individual), yakni ilmu yang wajib dipelajari setiap Muslim, misalnya tsaqâfah Islam seperti pemikiran, ide, dan hukum-hukum Islam (fiqih); bahasa Arab; sirah nabawiyah, alQuran, alHadis, dan sebagainya. Kedua adalah ilmu yang dikategorikan sebagai fadhu kifayah yaitu ilmu yang wajib dipelajari oleh salah satu atau sebagain saja dari umat Islam. Ilmu yang temasuk dalam golongan ini adalah ilmu-ilmu kehidupan yang mencakup ilmu pengetahuan dan teknologi serta keahlian, misalnya ilmu kimia,  biologi, fisika, kedokteran, pertanian, teknik, dan sebagainya.

Materi pendidikan Islam itu merupakan satu komponen pendidikan berupa alat untuk mencapai tujuan. Hal ini bermakna untuk mencapai tujuan pendidikan Islam diperlukan adanya materi yang sesuai dengan tujuan pendidikan Islam dan bersesuaian pula dengan tingkat usia, tingkat perkembangan kejiwaan dan kemampuan pelajar.

Materi pendidikan Islam yang akan disampaikan oleh pendidik kepada peserta didik harus diorganisasikan sedemikian rupa agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Materi yang diorganisasikan tersebut harus dapat mengantarkan peserta didik kepada tujuan tertinggi pendidikan Islam yaitu pribadi muslim yang utuh.

E. Metode Pendidikan Islam

Metode merupakan sarana yang ditempuh dalam rangka mencapai  sebuah tujuan. Bahkan memiliki kedudukan yag sangat signifikan dalam  pencapaian tujuan tersebut. Sebuah tujuan tidak akan berhasil tercapai sebagaimana yang dicita-citakan manakala tidak digunakan metode-metode yang tepat dalam pencapaiannya. (Nana Sudjana, 2000: 76).

Dalam penggunaan suatu metode dalam pendidikan Islam yang perlu dipahami adalah bagaiman seseorag pendidik dapat memahami hakikat metode dalam relevansinya dengan tujuan utama pendidikan Islam yaitu terbentuknya pribadi yang beriman yang senantiasa siap sedia mengabdi kepada Allah. Tujuan diadakan metode adalah menjadikan proses dan hasil belajar mengajar pendidikan Islam lebih menimbulkan kesadaran peserta didik untuk  mengamalkan ketentuan ajaran Islam yang telah dipelajari melalui teknik motivasi yang menimbulkan gairah belajar peserta didik secara mantap.

Allah Swt. berfirman dalam dalam al-Quran surat an-Nahl ayat 125 yang berbunyi:

äí÷Š$# 4’n<Î) È@‹Î6y™ y7În/u‘ ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9ω»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }‘Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u‘ uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#‹Î6y™ ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïωtGôgßJø9$$Î/

Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. an-Nahl[16]: 125). (Departemen Agama RI, 2005: 281).

Fungsi metode Pendidikan Islam adalah mengarahkan keberhasilan belajar, memberi kemudahan kepada peserta didik untuk belajar berdasarkan minat, serta mendorong usaha kerja sama dalam kegiatan belajar mengajar antara pendidik dengan peserta didik. Sehingga dalam memilih dan menggunakan suatu metode harus seauai dengan materi yang hendak disampaikan.

Dalam term Pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan penting dalam mencapai suatu tujuan. Suyudi (2005:68) mengemukakan bahwa di dalam AlQuran ada beberapa isyarat tentang metode Pendidikan Islam, dan secara global dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: metode pemahaman (penggunaan akal, metode tamsil dan tasybih, metode mengambil pelajaran dari masa lalu), metode penyadaran (amar ma’ruf nahi mungkar, memberi mau’izah dan nasehat, pemberian ganjaran dan hukuman, penyadaran bertahap, pengendalian nafsu), metode praktik (penugasan dan keteladanan).

  1. Metode Pemahaman

Metode pemahaman menuntut kepada peserta didik untuk memahami apa yang telah disampaikan oleh pendidik. Diantara jenis metode pemahaman adalah Penggunaan Akal (rasio)

Dalam beberapa ayat al-Quran diuraikan agar manusia hendaknya mendaya fungsikan akal/rasionya secara optimal dalam mencari suatu kebenaran, sebab dengan menggunakannya dengan semestinya maka akan membuahkan hasil yang baik. Sejarah telah membuktikan, tidak sedikit dari mereka-mereka yang awalnya tidak mengenal Allah, karena dengan menggunakan rasionya secara tepat maka menimbulkan sebuah iman yang hakiki. Seperti yang dikemukakan oleh Suyudi (2005:68) bahwa alQuran banyak menggunakan retorika yang variatif untuk menganjurkan akal agar memikirkan ‘illat di balik yang diwahyukan. Dialektika ini sangat baik digunakan dalam dunia pendidikan, karena anak didik merasa puas jika setiap ilmu yang dipelajari, tingkah laku yang dilakukan, perintah yang dilaksanakan, serta larangan yang dijauhi diketahui illat-nya.

  1. Metode Tamsil (perumpamaan)

Metode ini banyak digunakan untuk memudahkan dalam menjelaskan sesuatu yang immateri dengan cara yang mudah  dengan memberikan tamsil (perumpamaan) agar mudah dicerna oleh rasio. Metode tamsil merupakan saalah satu metode yang dominan yang digunakan untuk menyampaikan pesan ilahi yang tertuang dalam kitab suci. Sebagaimana firman Allah dalam surah al-Ankabut:43

šù=Ï?ur ã@»sVøBF{$# $ygç/ΎôØnS Ĩ$¨Z=Ï9 ( $tBur !$ygè=É)÷ètƒ žwÎ) tbqßJÎ=»yèø9$# ÇÍÌÈ

Artinya: “dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (al-Ankabut [29]:43

 

Metode tamsil  bukan sekedar menjabarkan materi ilmiah yang empiric saja, tetapi dapat juga digunakan diluar pengajaran, seperti yang dikemukakan oleh Suyudi di antaranya:

  1. Untuk memehamkan suatu yang abstrak, sehingga dapat diindra agar mudah diterima, karena makna yang diproses oleh tamsil belum terlintas dalam pikiran kecuali setelah diilustrasikan.
  2. Untuk menyingkap hakikat sesuatu sehingga akal mampu mengungkap hal-hal yang sebelumnya dianggap abstrak.
  3. Untuk memadatkan makna yang luas, dengan ungkapan yang sngkat dan ringkas.
  4. Untuk menarik simpatisan audiens, sehingga menyenangkan sesuatu menjadi kesenangan jiwa.
  5. Untuk menghindari sesuatu yang tidak disenangi oleh jiwa
  6. Untuk memuji sesuatu yang dijadikan percontohan
  7. Untuk menunjukkan sifat kurang baik yang ada pada contoh. Suyudi (2005:71).
    1. Metode Penyadaran

Metode penyadaran dikonsentrasikan kepada peserta didik untuk memberikan kesadaran untuk menyerap nilai-nilai pendidikan melalui:

  1. ‘Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

‘Amar Ma’ruf Nahi Mungkar yaitu menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari yang mungkar. Sebagai bukti cinta kepada sesama manusia adalah dengan memberikan nasehat agar selalu berada di jalan lurus, sebagaimana ketidak senangan seseorang berada dalam kemungkaran demikian pula halnya dengan seseorang yang berada dalam jurang kesesatan. Oleh sebab itu menyeru kepada kebaikab merupakan suatu keniscayaan untuk dilakukan. Seperti yang telah di Firmankan oleh Allah Swt.dalam Surah  adz-Zariat ayat 55:

öÏj.sŒur ¨bÎ*sù 3“tø.Ïe%!$# ßìxÿZs? šúüÏZÏB÷sßJø9$# ÇÎÎÈ

Artinya: “dan tetaplah memberi peringatan, karena Sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman”. (adz-Zariat [51]: 55

 

  1. Memberi Mau’izah atau Nasehat

Secara umum al-Qur’an adalah mau’izah bagi orang mukmin. Sebaiman firman Allah dalam Surah Yusuf ayat 57, yaitu:

ãô_V{ur ÍotÅzFy$# ׎öyz tûïÏ%©#Ïj9 (#qãZtB#uä (#qçR%x.ur tbqà)­Gtƒ ÇÎÐÈ

Artinya: “dan Sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik, bagi orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa.” ( Yusuf [12]: 57

Al-Quran menjelaskan bahwa Ia adalah mau’izah bagi orang mukmin. Mau’izah kadang bersumber dari Nabi, Rasul, pemimpin, orang tua, bahkan juga dari orang yang lebih kecil, sehingga dengan demikian dapat dinyatakan bahwa al-Quran memberikan wacana besar terhadap pendidikan Islam.  Sebagai contoh mau’izah dalam al-Quran dari orang tua terhadap anaknya seperti kisah Luqmanul Hakim ketika memberikan nasehat putranya di suatu hari yang berisi tentang akidah yaitu tidak mempersekutukan Allah, Ibadah yaitu perintah untuk mendirikan shalat, serta akhlak yaitu perintah untuk tidak berlaku sombong dan congkak.

F. Evaluasi dalam Pendidikan Islam

Abuddin Nata (1997:131) menguraikan bahwa istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris “evaluation” yang berarti tindakan atau proses untuk menemukan nilai sesuatu atau dapat diartikan sebagai tindakan atau proses untuk menentukan nilai segala sesuatu yang ada hubungannya dengan. Dalam bahasa Arab evaluasi dikenal dengan istilah “imtihan” yang berarti ujian. Dan dikenal dengan istilah khataman sebagai cara menilai hasil akhir dari proses pendidikan.

Ajaran Islam menaruh perhatian yang besar terhadap evaluasi pendidikan. Oleh karena itu, jika evaluasi dihubungkan dengan kegiatan pendidikan memiliki kedudukan yang amat strategis, maka hasilnya dapat digunakan sebagai input untuk melakukan perbaikan kegiatan dalam bidang pendidikan.

Dalam berbagai firman Allah SWT memberitahukan kepada kita, bahwa pekerjaan evaluasi terhadap manusia didik adalah merupakan suatu tugas penting dalam rangkaian proses pendidikan yang telah dilaksanakan oleh pendidikan. Hal ini, misalnya dapat dipahami dari Surah al-Baqarah : 31-32

zN¯=tæur tPyŠ#uä uä!$oÿôœF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä ’n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ’ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJó™r’Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%ω»|¹ ÇÌÊÈ   (#qä9$s% y7oY»ysö6ߙ Ÿw zNù=Ïæ !$uZs9 žwÎ) $tB !$oYtFôJ¯=tã ( y7¨RÎ) |MRr& ãLìÎ=yèø9$# ÞOŠÅ3ptø:$# ÇÌËÈ

Artinya: “dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!”mereka menjawab: “Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (al-Baqarah [02]: 31-32

 

Quraish Shihab (2000:143-144) menafsirkan ayat ini dengan menyatakan bahwa Untuk membuktikan kemampuan khalifah kepada malaikat, Allah berfirman : “Hai Adam! beritahukanlah kepada mereka nama-namanya yakni benda itu”. Perhatikanlah! Adam diperintahkan untuk “memberitahukan” yakni menyampaikan kepada malaikat, bukan “mengajar” mereka, pengajaran mengharuskan agar bahan pengajarannya dimengerti oleh yang diajarnya sehingga perlu mengulang-ulangi pelajaran hingga benar-benar dimengerti, berbeda dengan penyampaian atau berita yang tidak mengharuskan pengulangan dan berita harus di mengerti.

Dari ayat tersebut ada empat hal yang dapat diketahui. Pertama, Allah SWT dalam ayat tersebut bertindak sebagai guru memberikan pengajaran kepada Nabi Adam as; kedua, para malaikat tidak memperoleh pengajaran sebagaimana yang telah diterima Nabi Adam. Ketiga, Allah SWT memerintah kepada Nabi Adam agar mendemonstrasikan ajaran yang diterima dihadapan para malaikat. Keempat, materi evaluasi atau yang diujikan haruslah yang pernah diajarkan.

Evaluasi dalam pendidikan Islam memiliki tujuan untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi para peserta didik, juga dalam rangka meninngkatkan dan mengembangkan pendidikan agar sesuai dengan perkembangan zaman. Dan perlu untuk diketahui bahwa dalam mengevaluasi suatu rencana atau suata yang telah dilaksanakan perlu berpedoman pada syarat-syarat dan prinsip-prinsip tertentu, sehingga hasil evaluasi tersebut dapat diakui kebenarannya, dan diterima oleh pihak-pihak yang dikenai evaluasi.

MAKALAH NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM

semoga bermanfaat
semoga bermanfaat

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sejak awal kehadirannya, Islam telah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran. Hal ini antara lain dapat dilihat pada apa yang ditegaskan dalam Al Qur’an, dan pada apa yang secara empiris dapat dalam sejarah. Secara normatif-teologis, sumber ajaran Al Qur’an dan As Sunnah yang diakui sebagai pedoman yang dapat menjamin keselamatan hidup di dunia dan akhirat, amat memberikan perhatian yang besar terhadap pendidikan. Demikian pula secara historis empiris, umat islam telah memainkan peran yang sangat signifikan dan menentukan dalam bidang pendidikan yang hasilnya hingga saat ini masih dapat dirasakan.

Al Qur’an memandang pendidikan sebagai sarana yang sangat strategis dan ampuh dalam mengangkat harkat dan martabat manusia dari keterpurukan sebagaimana dijumpai di abad Jahiliyah. Hal ini dapat dipahami karena dengan pendidikan seseorang akan memiliki bekal untuk memasuki lapangan kerja, mendapatkan berbagai kesempatan dan peluang yang menjanjikan masa depan, penuh percaya diri, dan tidak mudah diperalat.

Sejalan dengan hal itu, Al Qur’an menegaskan tentang pentingnya tanggungjawab intelektual dalam melakukan berbagai kegiatan. Dalam kaitan ini, Al Qur’an selain mengajarkan manusia untuk belajar dalam arti seluas-luasnya hingga akhir hayat, mengharuskan seseorang agar bekerja dengan dukungan ilmu pengetahuan, keahlian dan keterampilan yang dimiliki. Pekerjaan yang dilakukan tanpa dukungan ilmu pengetahuan, keahlian, dan keterampilan dianggap tidak sah, bahkan akan mendatangkan kehancuran.[1]

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :

  1. Bagaimana rumusan dalil Al Qur’an yang pertama turun (Al-‘Alaq :1-5)?
  2. Bagaimana terjemahan QS. Al-‘Alaq 1-5 ?
  3. Bagaimana kandungan nilai-nilai pendidikan islam dalam QS. Al-‘Alaq: 1-5 kaitannya dengan proses belajar mengajar?

C. TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :

  1. Mengetahui rumusan dalil Al-Qur’an yang pertama turun (Al-‘Alaq: 1-5)
  2. Mengetahui terjemahan dalil Al-Qur’an yang pertama turun(Al-‘Alaq: 1-5)
  3. Mengetahui kandungan nilai-nilai pendidikan islam dalam QS. Al-‘Alaq: 1-5 kaitannya dengan proses belajar mengajar.

D. MANFAAT PENULISAN

Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah:

  1. Dapat menambah wawasan mahasiswa tentang tafsir ayat-ayat yang berdimensi pendidikan.
  2. Dapat mengimplementasikan nilai-nilai pendidikan islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dalam sistem pendidikan terkhusus dalam belajar dan mengajar.
  3. Dapat dijadikan acuan dalam pengembangan khazanah keilmuan.

BAB II

AYAT YANG BERDIMENSI PENDIDIKAN

A. AL-‘ALAQ : 1-5

اقرأ با سم ربك الذي خلق

خلق الا نسان من علق- اقرأ وربك الاكرم-الذي علم با لقلم– علم الا نسا ن ما لم يعلم

B. TERJEMAHAN QS. AL-‘ALAQ : 1-5

  1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
  2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
  3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
  4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,[2]
  5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

C. KANDUNGAN Q.S.AL-‘ALAQ: 1-5 KAITANNYA DENGAN PENGAJARAN DALAM ILMU PENDIDIKAN ISLAM

 

Surah Al-‘Alaq ini dinamai juga surah Al Qalam atau Iqra. Surah ini termasuk dalam kategori dalam kategori surah Makiyah dengan jumlah ayatnya sebanyak 19 ayat. Dalam surah Al-‘Alaq ini, ditegaskan bahwasanya Nabi Muhammad  Saw diperintahkan oleh Allah SWT untuk membaca yang dibarengi dengan kekuatan (Qudrat) Allah bersama manusia dan penjelasan sebagai sifat-sifat-Nya. Kemudian Allah SWT menjelaskan perumpamaan yang menunjukan terhadap sebagai penentang individunya berikut balasan pahala yang menjalankan amalnya.[3]

Para ulama tafsir pada umumnya berpendapat bahwa ayat pertama sampai dengan ayat kelima termasuk ayat-ayat yang pertama kali diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw, yaitu pada waktu beliau berkhalwat di gua Hira’. Menurut Abudin Nata yang dikutip dari Ibn Katsir menjelaskan bahwa Nabi Muhammad Saw pertama kali menerima lima ayat surah Al-‘Alaq ketika beliau sedang bertahannuts (beribadah) di gua Hira’. Pada saat itu Malaikat Jibril datang kepada Nabi Muhammad Saw dan menyuruhnya membaca ayat-ayat tersebut, dan setelah tiga kali malaikat Jibril tersebut, barulah Nabi dapat membaca kelima ayat tersebut. Pada saat itu Nabi Muhammad Saw merasakan sesuatu yang sangat berat, berkeringat dan perasaan yang sulit digambarkan, hingga beliau meminta istrinya (Sayyidah Khadijah) untuk menyelimutinya dengan tujuan menghilangkan perasaan cemas, kaget dan sebagainya. Setelah diselimuti oleh Khadijah, Khadijah kemudian berkata, bergembiralah engkau wahai suamiku! Karena Allah tidak mungkin menyia-nyiakanmu selama-lamanya. Engkau adalah orang yang senantiasa benar dalam ucapan, rela menanggung penderitaan, memberi perhatian terhadap orang-orang yang lemah dan selalu menegakkan kebenaran.[4]

Dalam QS. Al-‘Alaq ayat pertama tersebut, secara harfiah menurut Al Maraghi ayat tersebut dapat diartikan : “Jadilah engkau seorang yang dapat membaca berkat kekuasaan dan kehendak Allah yang telah menciptakanmu, walaupun sebelumnya engkau tidak melakukannya”.[5] Secara ringkas, makna kandungan surah ini adalah wahai Muhammad jadilah engkau menjadi seorang pembaca! Padahal sebelumnya tidak pernah menjadi pembaca. Kemudian bacalah apa yang telah diwahyukan Allah kepadamu. Janganlah kamu mengira-ngira karena memang kamu tidak dapat membaca dan menulis.

Sementara itu menurut Baiquni, ayat tersebut juga mengandung perintah agar manusia memilki keimanan, yaitu berupa keyakinan terhadap adanya kekuasaan dan kehendak Allah SWT, juga mengandung pesan ontologis tentang sumber ilmu pengetahuan. Pada ayat tersebut Allah SWT menyuruh Nabi Muhammad Saw agar membaca. Sedangkan yang dibaca itu objeknya bermacam-macam. Yaitu ada yang berupa ayat-ayat Allah yang tertulis sebagaimana surah Al-Alaq itu sendiri, dan dapat pula ayat-ayat Allah yang tidak tertulis seperti yang terdapat pada alam jagad raya dengan segala hukum kausalitas yang ada di dalamnya, dan pada diri manusia. Berbagai ayat tersebut jika dibaca dalam arti ditelaah, diobservasi, diidentifikasi, dikategorisasi, dibandingkan, dianalisa dan disimpulkan dapat menghasilkan ilmu pengetahuan.[6]

Allah-lah yang menjadikan kamu berkemampuan untuk membaca dan memberikan ilmu yang engkau tidak pernah mengetaui sesuatu apapun sebelumnya. Demkian pula kaummu. Allah-lah yang Maha Tahu untuk mewahyukan kepadamu Al-Qur’an agar kamu membacakannya kepada manusia di muka bumi, sedangkan kamu tidak pernah mengetahui sebelumnya tentang apa yang dimaksud dengan kitab itu.

Allah SWT berulangkali memerintahkan untuk membaca, karena memang manusia dapat membaca bila diperintahkan secara berulangkali. Dengan demikian maka perintah untuk membaca kepada Nabi itu pun berulangkali. Kita dapat melihat bahwa Allah SWT memerintahkan Nabinya-Nya untuk membaca secara umum dan lebih husus membaca Al-Qur’an, maka Dia itu sang Maha Mulia yang tidak pernah bakhil terhadap makhluk-Nya dan khususnya terhadap Rasul-Nya. Dia-lah yang telah mengajari dengan pena dan mengajari manusia sesuatu yang tidak pernah diketahuinya.[7]

Kemudian dalam QS. Al-‘Alaq pada ayat kedua, secara harfiah kata (  علق  ) yang terdapat pada ayat tersebut menurut Al-Asfahani berarti ( دم جا مدة) berarti darah yang beku.[8] Sedangkan menurut Al-Maraghi ayat tersebut menjelaskan bahwa: Dia-lah Allah yang menjadikan manusia dari segumpal darah menjadi makhluk yang paling mulia, dan selanjutnya Allah SWT memberi potensi (Al-Qudrah) untuk berasimilasi dengan segala sesuatu yang ada di alam jagad raya yang selanjutnya bergerak dengan kekuasaan-Nya, sehingga menjadi makhluk yang sempurna dan dapat menguasai bumi dengan segala isinya. Kekuasaan Allah itu dapat diperlihatkan ketika Dia memberikan kemampuan membaca kepada Nabi Muhammad Saw, sekalipun sebelum itu Ia belum pernah membaca.[9]

Menurut Abudin Nata,[10] pemahaman yang komprehensif tentang manusia ini sebagai hal yang sangat penting dan urgen dalam rangka merumuskan berbagai kebijakan yang berkaitan dengan rumusan tujuan pendidikan, dan metode pendidikan.

Dengan demikian kita dapat merumuskan tujuan pendidikan dengan unkapan bahwa pendidikan adalah upaya membina jasmani dan rohani manusia dengan segenap potensi yang ada ada keduanya secara seimbang, sehingga dapat melahirkan manusia yang seutuhnya. Dan demikian pula kita dapat merumuskan materi pendidikan dengan ungkapan bahwa materi pendidikan harus berisi bahan-bahan pelajaran yang dapat menumbuhkan, mengarahkan, membina, mendidik, dan mengembangkan potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah tersebut secara seimbang.[11]

Selanjutnya dalam ayat ketiga pada QS. Al-‘Alaq ini, menurut Al-Maraghi bahwa pengulangan kata ( اقرأ) pada ayat tersebut didasarkan pada alasan bahwa membaca itu tidak akan membekas dalam jiwa kecuali dengan diulang-ulang dan membiasakannya. Perintah Allah untuk mengulang membaca berarti pula mengulangi apa yang dibaca. Dengan cara demikian, bacaan tersebut mejadi milik orang yang membacanya.[12]

Kata ( اقرأ)  sebagaimana telah diungkapkan di atas mengandung arti yang sangat luas. Seperti mengenali, mengidentifikasi, mengklasifikasi, membandingkan, menganalisa, menyimpulkan dan membuktikan. Semua pengertian ini secara keseluruhan terkait dengan proses mendapatkan dan memindahkan ilmu pengetahuan. Dengan demikian ayat ini erat kaitannya dengan metode pendidikan, sebagaimana halnya dijumpai pada metode Iqra dalam dalam proses mempelajari membaca Al-Qur’an. Sedangkan dihubungkan kata iqra dengan sifat Tuhan Yang Maha Mulia sebagaimana terlihat pada ayat tersebut di atas, mengandung arti bahwa Allah SWT memuliakan kepada siapa saja yang mengharapkan pemberian anugerah dari-Nya, sehingga dengan lautan kemuliaan-Nya itu mengalir nikmat berupa kemampuan membaca pada orang tersebut.[13]

Kemudian ayat keempat dari Q.S. Al-‘Alaq ini kata ( القلم) menurut Al-Asfahani berarti potongan dari suatu yang agak keras seperti kuku dan kayu, serta secara khusus digunakan untuk menulis (pena).[14] Sedangkan menurut tafsir Al-Maraghi ayat tersebut menjelaskan bahwa Dia-lah Allah yang menjadikan kalam sebagai media yang digunakan manusia untuk memahami sesuatu, sebagaimana mereka memahaminya melalui ucapan.[15]

Lebih jelas, beliau menjelaskan bahwa al-qalam itu adalah alat yang keras dan tidak mengandung unsur kehidupan alias benda mati, dan tidak pula mengandung unsur pemahaman. Namun digunakannya al-qalam untuk memahami sesuatu bagi Allah bukanlah masalah yang sulit. Dan dengan bantuan al-qalam ini pula manusia dapat memahami masalah yang sulit. Allah memiliki kekuasaan untuk menjadikan seseorang sebagai pembaca yang baik. Penghubung yang memiliki pengetahuan sehingga ia menjadi manusia yang sempurna. Pada perkembangan selanjutnya, pengertian al-qalam ini tidak terbatas hanya pada alat tulis yang hanya bisa digunakan oleh masyarakat tradisional di pesantren-pesantren. Namun secara subtansial al-qalam ini dapat menampung seluruh pengertian yang berkaitan dengan segala sesuatu sebagai alat pentimpan, merekam, syuting film dan sebagainya. Dalam kaitan ini maka al-qalam dapat mencakup alat pemotret berupa kamera, alat perekam berupa recording, alat penyimpan data berupa komputer, video campact disc (VCD). Berbagai peralatan ini selanjutnya terkait dengan bidang teknologi pendidikan.[16]

Dari uraian kandungan surah Al-‘Alaq di atas memberikan penjelasan kepada kita bahwa wajibnya kita menjadi pribadi yang rajin membaca atau belajar, kita ketahui bersama bahwa membaca adalah pintu pertama yang dilalui oleh ilmu untuk masuk ke dalam otak dan hati manusia. Ayat di atas juga mengisyaratkan kepada manusia terutama ummat Muhammad Saw agar ketika telah memperoleh ilmu pengetahuan, maka sejatinya harus disampaikan kepada manusia yang lainnya, sebagaimana yang dicontohkan oleh Allah SWT dan Nabi Muhammad Saw.

 

 

 

BAB III

PEMBAHASAN

 NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM Q.S. AL-‘ALAQ: 1-5 KAITANNYA DENGAN PROSES BELAJAR MENGAJAR

 

A. BELAJAR

Belajar adalah proses eksplorasi potensi diri menjadi aktual. Selain itu, belajar juga merupakan proses untuk mengetahui. Dalam proses belajar seorang murid akan mengalami proses abstraksi. Suatu objek dalam wujud yang tidak terlepas dari aksiden dan atribut-atribut tambahan yang menyelimuti hakikatnya. Ketika subjek berhubungan dengan objek yang ingin diketahui, hubungan itu berkaitan dengan ukuran, (qadar), cara (kaifiyah), tempat dan situasi.[17]

Metode Belajar

Al-Ghazali mengungkapkan bahwa ada dua pendekatan yang digunakan dalam belajar tentang ilmu, yaitu ta’lim insani ( didaksi dengan manusia) dan ta’lim rabbani ( didaksi dengan bimbingan Tuhan.

a. Ta’lim Insani

Ta’lim Insani merupakan cara yang umum dengan terapi inderawi yang diakui oleh seluruh orang yang berakal. Didaksi insani ini berlangsung dengan dua pendekatan:

Pertama, Eksternal.hal ini diperoleh dengan melalui belajar (ta’alum). Belajar adalah penyerapan manfaat dari orang lain secara makro, belajar adalah proses eksplorasi potensi diri menjadi aktual. Jiwa seorang pelajar mirip dengan jiwa pengajar dan saling berdekatan secara nisbi. Dengan aktivitas memberi manfaat (istifadhah), seorang pelajar diumpamakan seperti tanahnya. Dan ilmu sebagai daya seperti benih, sementara ilmu sebagai laku aksi seperti tumbuhan. Maka, ketika jiwa si pelajar telah sempurna, ia akan seperti pohon berbuah atau permata yang keluar dari palung samudera.[18]

Ketika kekuatan badaniah mengalahkan jiwa, maka si pelajar membutuhkan belajar yang lebih giat dan lebih lama lagi, serta harus mau menanggung beban kelelahan dalam mencari faedah. Namun, manakala cahaya akal mampu mengalahkan atribut-atribut indera maka si pelajar tidak membutuhkan banyak belajar, melainkan sedikit tafakkur. Dengan hanya tafakkur satu jam, jiwa reseptif akan mampu menemukan faedah-faedah yang tidak mampu ditemukan oleh jiwa beku dengan belajar setahun.[19]

Kedua, Internal. Hal ini diperoleh melalui kesibukan tafakkur (berfikir). Berfikir adalah aktivitas penyerapan manfaat dari jiwa secara makro. Jiwa  makro ini signifikan pengaruh dan didaksinya di kalangan ulama dan intelektual. Karena ilmu-ilmu dipusatkan di pangkal jiwa dengan kekuatan sebagaimana benih di dalam tanah, atau permata di palung samudera.[20]

Tujuan dari tafakkur adalah menghasilkan ilmu di dalam hatinya sehingga hal itu menimbulkan keindahan dalam perbuatan yang menyebabkan keselamatannya.

b. Ta’lim Rabbani

Ta’lim Rabbani adalah pengajaran langsung dengan tuhan, bimbingan ketuhanan berlangsung dengan dua cara:

Pertama, penyampaian wahyu. Manakala jiwa telah sempurna esensinya, maka akan lenyap darinya noda tabiat dan sampahserta harapan yang fana. Lalu jiwa akan menghadapkan wajahnya kehadirat Allah dan bersandar pada emanasi dan pancaran sinar-Nya. Dan, Allah SWT  dengan kabaikan pemeliharaan-Nya, menerima jiwa itu dengan pandangan ketuhanan, untuk kemudian menjadikan darinya lawh (lembaran suci) dan qalam (pena), lalu Allah lukiskan di dalam lembaran tersebut seluruh ilmu-Nya. Jadilah akal makro bak guru pengajar dan jiwa yang suci bak pelajar. Allah mendidaksikan segenap disiplin ilmu pada jiwa dan memahatkan di dalamnya seluruhnya tanpa harus melalui proses belajar dan tafakkur lagi.[21] Bukti kebenaran hal ini adalah seperti firman Allah pada Nabi-Nya, Q.S. An-Nisa’: 113 :

———-šوعلمك ما لم تكن بعلم———-

…..”dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui.”…….

Kedua, Ilham. Ilham disebut juga dengan tanbih ( eksitasi) jiwa makro pada jiwa mikro menusia atas dasar kadar kesucian dan resepsi, serta daya kesiapannya. ilham merupakan jejak wahyu, dimana jika wahyu merupakan bentuk deklarasi (tashrih) masalah metafisik, maka ilham adalah intimasinya (ta’rid). Ilmu yang diperoleh melalui ahyu disebut nabawi, sementara ilmu yang diperoleh melalui ilham disebut laduni.

Dengan demikian, ilmu laduni adalah ilmu yang diperoleh tanpa ada sarana atau medium antara jiwa dan Allah SWT. Dan, kalau diumpamakan, ilmu laduni ini seperti sorot cahaya dari lentera ghaib yang jatuh mengenai hati yang suci, kosong dan lembut.[22]

B. Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses bimbingan dan penyerapan mikro anak didik dari gurunya untuk mencapai tujuan belajar yaitu teraktualisasikannya pengetahuan. Mengajar adalah aktivitas eksplorasi untuk mengeluarkan pengetahua dari daya menjadi aktual. Jiwa anak didik mirip dengan jiwa pendidik dan saling berdekatan secara nisbi. Dengan aktivitas memberi manfaat, seorang pendidik diumpamakan seperti penanam, sementara anak didik sebagai orang yang mengambil manfaat diumpamakan seperti tanahnya, dan ilmu diumpamakan seperti benih yang disemaikan.[23]

Menurut Al-Ghazali[24] pembelajaran dapat diuraikan sebagai berikut:

  1. Menciptakan rasa aman, kasih sayang, dan lingkungan yang kondusif sehingga memungkinkan siswa belajar dengan nyaman.
  2. Pembelajaran harus disesuaikan dengan kondisi dan tingkat pemahaman siswa.
  3. Mengajar dengan contoh ( keteladanan).
  4. Mengajar dengan metode praktek (demonstrasi). Seorang guru hendaknya membiasakan adanya praktek dari pelajaran yang telah dipelajari.
  5. Membimbing, menasehati murid dan melarang mereka dari akhlak terela.
  6. Mengajarkan satu ilmu secara mendalam kemudian melakukan tafakkur.

Dari penjelasan di atas, Al Ghazali sangat menekankan pada ketajaman pikiran siswa, sehingga seorang guru tidak harus mengajarkan banyak hal, tetapi cukup mengajarkan satu disiplin ilmu yang penting kemudian siswa bisa mengembangkannya dengan ber-tafakkur.

C. MENGAJAR SEKALIGUS MENDIDIK

Hakikat pendidik dalam islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan seluruh potensi anak didik, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor. Adapun defenisi pendidik secara sederhana yang dipersepsi oleh masyarakat awam adalah orang yang memberiakan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Padahal menurut defenisi dari Ahmad Tafsir pendidik dalam pandangan Islam adalah orang yang mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik psikomotor, kognitif, maupun potensi afektif.[25]

Sementara menurut Nur Uhbiyati, ia mengatakan bahwa pendidik itu adalah orang dewasa yang bertanggungjawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai kedewasaannya, maupun melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah SWT. Khalifah di muka bumi, sebagai makhluk sosial, dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.[26]

Dalam konsep pendidikan Islam, pendidik sering disebut dengan istilah murabbi, muallim, dan muaddib. Ketiga trem terseut mempunyai penggunaan tersendiri menurut peristilahan yang dipakai dalam dunia pendidikan.

Pendidik menurut Arifin adalah manusia hamba Allah yang bercita-cita Islami yang telah matang secara rohani dan jasmani, dan memahami perkembangan dan pertumbuhan manusia didik bagi kehidupan manusia masa depan. Ia tidak hanya  mentransfer ilmu pengetahuan yang diperlukan manusia didik, melainkan juga mentransformasikan tata nilai Islam ke dalam pribadi mereka sehingga mapan dan menyatu. Serta sebagai pelajar mampu mewarnai perilaku mereka sebagai pribadi yang bernapaskan Islam.[27]

Berdasarkan ungkapan di atas, pendidik tidak hanya bertugas untuk mentransfer ilmu saja, melainkan juga harus mampu  membina akhlak dan perilaku anak didiknya. Selanjutnya dalam konteks pendidikan Islam Ahmad Tafsir mengungkapkan,[28] bahwa pendidik adalah siapa saja yang bertanggungjawab terhadap perkembangan anak didik.

Berdasarkan berbagai defenisi di atas , maka dapat dirumuskan bahwa pendidik dalam perspektif Ilmu Pendidikan Islam adalah orang dewasa yang bertanggungjawab memberikan bimbingan dan semacamnya dalam upaya mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki anak didik, baik potensi jasmani maupun rohani, supaya mencapai tingkat kedewasaan sehingga mempu menjalankan tugasnya sebagai hamba Allah SWT dan khalifah di muka bumi dengan nilai-nilai ajaran Islam.

D. METODE PENGAJARAN

Pendidikan Islam dalam pelaksanaannya membutuhkan metode yang tepat untuk mengantarkan kegiatan pendidikannya ke arah tujuan yang dicita-citakan. Bagaimanapun baik dan sempurnanya suatu kurikulum atau materi pendidikan Islam, ia tidak akan berarti apa-apa, manakala tidak memiliki metode atau cara yang tepat dalam mentransformasikannya kepada peserta didik. Metode adalah syarat untuk efisiennya aktifitas kependidikan Islam.[29]

Muhammad Iqbal[30] memberikan rincian pemikiran Al Ghazali tentang metode pengajaran adalah sebagai berikut:

  1. Metode Keteladanan

Seorang pendidik sebelum mentransformasi ilmu pengetahuan kepada anak didik harus terlebih dahulu sudah mengamalkannya, karena akan menjadi tauladan bagi anak didik secra khusus dan bagi masyarakat secara luas.

  1. Metode Pembiasaan

Pendidikan akhlak hendaknya didasarkan atas dasar mujahadah (ketekunan dan latihan jiwa.

  1. Metode Alkisah/cerita,

metode ini akan mensugesti anak didik untuk mengikuti figur tokoh yang ada dalam kisah inspiratif tersebut.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari uaraian dalam pembahasan kandungan QS. Al-‘Alad 1-5 dan implikasinya dalam pendidikan Islam di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. Perintah membaca dalam QS. Al-‘Alaq tesirat makna tentang wajibnya manusia membaca, baik membaca ayat-ayat Allah SWT yang tertulis (Al-Qur’an) maupun ayat-ayat Allah yang tidak tertulis berupa alam jagad raya beserta hukum kausalitasnya.
  2. Allah-lah yang menjadikan manusia berkemampuan untuk membaca dan memberikan  ilmu yang manusia  tidak pernah mengetaui sesuatu apapun sebelumnya. Hal ini juga meberikan informasi kepada masyarakat ilmiah tentang sumber  ilmu pengetahuan yaitu dari Allah SWT.
  3. Metode dalam belajar tentang ilmu ada dua pendekata, yaitu ta’lim insani ( didaksi dengan manusia) dan ta’lim rabbani ( didaksi dengan bimbingan Tuhan.
  4. Pendidik tidak hanya bertugas untuk mentransfer ilmu saja, melainkan juga harus mampu membina akhlak dan perilaku anak didiknya, supaya mencapai tingkat kedewasaan sehingga mempu menjalankan tugasnya sebagai hamba Allah SWT dan khalifah di muka bumi dengan nilai-nilai ajaran Islam.

B. SARAN

Hendaknya  sebagai seorang muslim lebih rajin membaca sebagai implementasi dari perintah Allah SWT dalam QS. Al-‘Alaq 1-5, karena dengan membaca akan semakin menambah pemahaman terhadap eksistensi manusia yakni sebagai abdi Allah SWT. Jangan sampai umat islam terasing di tengah-tengah ajarannya.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Asfahani, Al-Raghib, t.tp.t.th., Mu’jam Mufradat Al-Fadz Al-Qur’an, Beirut: Dar Al-Fikr

Al-Ghazali, 2002,  al-Risalah al-Laduniyah, Yogyakarta: Pustaka Sufi

__________, 2002, Al-Risalah al-Laduniyah dalam samudera pemikiran Al-Ghazali, Yogyakarta: Pustaka Sufi

__________, 2007, Mukhtashar Ihya’ Ulumuddin, terj. Zaid Husein Al-Ahmadi, Jakarta: Pustaka Amani

Al-Hasyim Bek, Ahmad, 1367 H/1948 M , dalam Mukhtar Al-Ahadtis Al-Nabawi, Mesir:  Matba’ah Al-Hijazi

Al-Hijazi, M.M., 1996, Terjemah ayat-ayat Tarbiyah (Cuplikan Sesuai Kurikulum),  Bandung: CV Senjaya Offset

Al Maraghi, t.tp.t.th , Ahmad Mustafa, Tafsir Al Maraghi, Jilid X, Beirut: Dar Al-Fikr

Arifin, H.M. , 2000,  Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara

Baharuddin dan Esa Nurwahyuni, 2008, Teori Belajar dan Pembelajaran, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media

Baiquni, Ahmad, 1988,  Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern, Cet.I, Bandung: Mizan

Iqbal, Abu Muhammad, 2013, Konsep Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, Cet.1,  Madium: Jaya Star Nine

Izzan, Ahmad dan Saehuddin, 2012, Tafsir Pendidikan (Studi Ayat-Ayat yang Berdimensi Pendidikan), Pamulang Tngerang Selatan Banten: Pustaka Aufa Media

Nata, Abuddin, 2002, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Tafsir Ayat-Ayat At-Tarbawy), Jakarta: Raja Grafindo Persada

Tafsir, Ahmad, 2004, Ilmu Pendidikan dan Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya

Uhbiyati, Nur, 1997,  Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia

[1] Hal ini senada dengan sebuah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh imam bukhari, Rasulullah saw bersabda” jika suatu pekerjaan diserahkan bukan pada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya” Untuk lebih jelasnya lihat Ahmad Al-Hasyim Bek dalam Mukhtar Al-Ahadtis Al-Nabawi, Matba’ah Al-Hijazi, Mesir, 1367 H/1948 M, hal.19.

[2] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.

[3] M.M.Al-Hijazi, Terjemah ayat-ayat Tarbiyah (Cuplikan Sesuai Kurikulum), CV Senjaya Offset, Bandung 1996, hal.1

[4] Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Tafsir Ayat-Ayat At-Tarbawy)  Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal.40. Untuk lebih jelas lihat juga dalam Abi Al-Fida’ Ismail Ibn Katsir, Jilid IV, Maktabah Al-Tijariyah, Makkah, 1407 H/1986 M, hal.528

[5] Ahmad Mustafa Al Maraghi, Tafsir Al Maraghi, Jilid X, Dar Al-Fikr, Beirut, t.tp.t.th, hal.198

[6] Ahmad Baiquni, Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern, Bandung 1988,Cet.I,hal.34

[7] M.M. Al-Hijazi, Op.Cit. hal.05-06

[8] Al-Raghib Al-Asfahani, Mu’jam Mufradat Al-Fadz Al-Qur’an, Dar Al-Fikr, Beirut, t.tp.t.th.,hal.355

[9] Al-Maraghi, Loc.Cit.,hal.199

[10] Abuddin Nata, Op.Cit., hal.47

[11] Ahmsd Izzan dan Saehuddin, Tafsir Pendidikan (Studi Ayat-Ayat yang Berdimensi Pendidikan), Pustaka Aufa Media, Pamulang Tngerang Selatan Banten, 2012, hal.168

[12] Al-Maraghi, Op.Cit., hal.199

[13] Abuddin Nata, Op.Cit., hal.48-49

[14] Al-Asfahani, Loc.Cit., hal.425

[15] Al-Maraghi,Op.cit., hal.199

[16] Abuddin Nata, Op.Cit., hal.49

[17] Baharuddin dan Esa Nurwahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, Jogjakarta,  Ar-Ruzz Media, 2008,hal.45

[18] Al-Ghazali, al-Risalah al-Laduniyah,  Yogyakarta,Pustaka Sufi,2002,hal.152

[19] Ibid, hal.153

[20] Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Op.Cit., hal.48

[21] Al-Ghazali, Op.Cit., hal.154

[22] Ibid, hal. 155

[23] Al-Ghazali, Al-Risalah al-Laduniyah dalam samudera pemikiran Al-Ghazali, Yogyakarta, Pustaka Sufi, 2002, hal.152

[24] Iman Al-Ghazali, Mukhtashar Ihya’ Ulumuddin, terj. Zaid Husein Al-Ahmadi, Jakarta,Pustaka Amani,2007,hal.14

[25] Ahmad  Tafsir, Ilmu Pendidikan dan Perspektif Islam, Remaja Rosda Karya, Bandung,2004, hal.74

[26] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Pustaka Setia, Bandung, 1997,hal.07

[27] H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2000, hal.143

[28] Ahmad Tafsir, Loc.Cit., hal.74

[29] Abu Muhammad Iqbal, Konsep Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, Jaya Star Nine, Madium, 2013, Cet.1, hal. 24

[30] Ibid, hal.25

download berkas di sini3. ISI MAKALAH -IPI

 

MAKALAH Perkembangan Pendidikan Islam di Spanyol

 

Oleh:

semoga bermanfaat
semoga bermanfaat

AL AZHAR
NIM : 1513610404

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG (UNISULA)
SEMARANG
2014

 

 

KATA PENGANTAR

 

Syukur Alhamdulillah, menyertai rangkaian kalimat ini puji syukur sepatutnya kita ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik, meskipun jauh dari kesempurnaan. Kesempurnaan hanya milik-Nya, khilaf dan salah hanya milik penulis sebagai hamba-Nya. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah pada junjungan Baginda Muhammad SAW, yang senantiasa dinantikan syafaatnya.
Penyusun sangat menyadari bahwa isi makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, masukan, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan, agar dalam penyusunan makalah selanjutnya akan semakin mendekati kesempurnaan. Akhir kata, penyusun mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

 

Penyusun

Al Azhar

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………..……… .……. i
KATA PENGANTAR ……………………………………… ………………..……….. ….ii
DAFTAR ISI………………………………………………………….. …………………… iii
BAB I: PENDAHULUAN ………………………………………………………………… 1
A. Latar Belakang Masalah……………… ………..………………………………….… 1
B. Rumusan Masalah……………………………………. ………….……………………. 2
C. Tujuan penulisan ……………………………………………………………………….. 3
D. Manfaat penulisan ……………………………………………………………………… 3
BAB II : PEMBAHASAN ………………………………………………………………….. 4
A. Sejarah Singkat Masuknya Islam di Spanyol ………………………………….. 4
B. Perkembangan Pendidikan Islam di Spanyol .…….…………………………… 5
1. Mendirikan lembaga pendidikan …………………………………………………… 5
2. Pengembangan perpustakaan ……………………………………………………….. 6
3. Faktor penunjang pengembangan pendidikan Islam ……………………….. 7
4. Bias pendidikan Islam bagi perkembangan dunia moderen …………….. 8
C. Pola Pendidikan Islam di Spanyol ………………………………………………. 9
1. Kuttab ………………………………………………………………….. 9
2. Pendidikan Tinggi …………………………………………………. 10
3. Faktor pendukung kemajuan Islam di Spanyol ………….. 12
4. Runtuhnya Kedigdayaan Islam di Spanyol ……………….. 13
BAB II : PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………………………. 15
B. Saran …………………………………………………………….. 16
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Spanyol adalah sebuah negara yang pernah ditaklukkan oleh Islam untuk mengembangkan agama Islam di negeri tersebut. Kondisi Spanyol prakedatangan Islam sungguh memprihatinkan, terutama ketika masa pemerintahan Raja Ghotic yang melaksanakan pemerintahannya dengan besi. Kondisi ini menyebabkan rakyat Spanyol menderita dan tertekan dan menderita. Mereka sangat menrindukan datangnya kekuatan Ratu Adil sebagai sebuah kekuatan yang mampu mengeluarkan mereka saat itu. Kerinduan mereka akhirnya menemukan momentumnya ketika kedatangan Islam di Spanyol.
Ketika Islam masuk ke negeri Spanyol, negeri ini banyak mengalami perkembangan peradaban yang pesat baik dari kebudayaan maupun pendidikan Islam, karena Spanyol didukung oleh negerinya yang subur dengan penghasilan ekonomi yang cukup tinggi sehingga menghasilkan para pemikir hebat. Spanyol mengalami perkembangan pesat dalam kebudayaan dan pendidikan Islam yang dimulai dengan mempelajari ilmu agama dan sastra.
Pada periode klasik paruh pertama – masa kemajuan – (650-1000M), wilayah kekuasaan Islam meluas melalui Afrika Utara (Aljazair dan Maroko) sampai ke Spanyol di Barat. Spanyol adalah nama baru bagi Andalusia zaman dahulu. Nama Andalusia berasal dari suku yang menaklukkan Eropa Barat di masa lalu sebelum bangsa Goth dan Arab (Islam).
Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah Al-Walid (705-715M), salah seorang Khalifah dari Dinasti Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Ada tiga nama yang sering disebut berjasa dalam penaklukan Spanyol, yaitu Musa bin Nushair, Tharif bin Malik dan Thariq bin Ziyad. Dari ketiga nama tersebut, nama terakhirlah yang sering disebut paling terkenal, karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian suku Barbar (muslim dari Afrika Utara) yang didukung Musa bin Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Al-Walid. Pasukannya yang berjumlah 7000 orang menyeberang selat di bawah pimpinan Thariq bin Ziyad. Tentara Spanyol di bawah pimpinan Raja Roderick dapat ditaklukkan. Cordova jatuh pada tahun 711 M. Dari sana, wilayah-wilayah Spanyol, seperti Toledo, Sevilla, Malaga, dan Granada dapat dikuasai dengan mudah.
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir di sana, Islam memainkan peran yang sangat besar. Masa itu berlangsung selama hampir 8 abad (711-1429 M).
Kedatangan Islam di Spanyol telah membawa perubahan yang sangat besar, terutama di bidang sosial dan ilmu pengetahuan serta kebudayaan. Perkembangan peradaban Spanyol Islam terbentuk bukan hanya karena sentuhan dari tradisi Arab-Islam, akan tetapi lebih dari itu karena akibat persentuhan peradaban yang di bawa oleh Arab-Islam dengan kebudayaan masyarakat . Semua ini tidak terlepas dari kepiawaian dan dukungan dari penguasa dalam memajukan ilmu pengetahuan dan tingginya motivasi umat Islam dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Sehingga dalam waktu singkat Spanyol berubah menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan Islam di belahan barat.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas dapat maka dapat dirumuskan beberapa pokok masalah yang berkaitan dengan Sejarah Pendidikan Islam di Spanyol sebagai berikut:
1. Bagaimana Sejarah Masuknya Islam di Spanyol?
2. Bagaimana Sejarah Perkembagan Pendidikan Islam di Spanyol?
3. Bagaimana Pola Pendidikan Islam di Spanyol?
C. Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana sejarah masuknya Islam di Spanyol, perkembangan pendidikan Islam dan pola pendidikan Islam di Spanyol.

 

 

 

 

 

 

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat Masuknya Islam di Spanyol

Semenanjung Iberia di Eropa, yang meliputi wilayah Spanyol dan wilayah Portugal sekarang ini, menjorok ke selatan ujungnya hanya dipisahkan oleh sebuah selat sempit dengan ujung benua Afrika. Bangsa Grit tua menyebut selat sempit itu dengan tiang-tiang Hercules dan di seberang selat sempit itu terletak di benua Eropa. Selat sempit itu sepanjang kenyataan memisahkan lautan tengah dengan lautan atlantik.
Semenanjung Iberia, sebelum ditaklukkan bangsa Visighots pada tahun 507 M, didiami oleh bangsa Vandals. Justru wilayah kediaman mereka itu disebut dengan Vandalusia. Dengan mengubah ejaanya dan cara membunyikannya, bangsa Arab pada masa belakangan menyebut semenanjung Iberia itu dengan Andalusia.
Spanyol diduduki oleh umat Islam pada zaman khalifah Al-Walid (705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan Spanyol, umat islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu provinsi dari dinasti umayyah. Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abdul Malik (685-705 M). Khalifah Abdul Malik mengangkat Hasan bin Nu’man Al-Ghassani menjadi Gubernur di daerah itu. Pada masa khalifah Al-Walid, Hasan bin Nu’man sudah digantikan oleh Musa bin Nushair. Di zaman Al-walid itu, Musa bin Nushair memperluas wilayah kekuasaanya dengan menduduki Aljazair dan Maroko. Selain itu, ia menyempurnakan penaklukan ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Barbar di pegunungan-pegunungan, sehingga mereka menyatakan setia dan berjanji akan membuat kekacauan-kekacauan seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnya.
Dalam proses penaklukan Spanyol ada 3 pahlawan Islam yang memimpin pasukan kesana yakni Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Namun, yang sebagai perintis dan penyelidik kedatangan Islam ke Andalusia adalah Tariq ibn Ziyad. Ia yang telah memimpin pasukan tentera menyeberangi lautan Gibralta (Jabal Thariq) menuju ke semenanjung Iberia. Musa ibn Nushair pada tahun 711 M, mengirim pasukan Islam dibawah pimpinan Thariq bin Ziyad yang hanya berjumlah 7000 orang dan tambahan pasukan 5000 personel yang memang tak sebanding dengan tentera pasukan Gothik yang berkekuatan 100.000 lengkap bersenjata. Namun, pada akhirnya, Thariq bin Ziyad mencapai kemenangan, dengan mengalahkan Raja Foderick di Bakkah dan menaklukan kota-kota penting seperti Cordova, Granada, Toledo dan hingga akhirnya menguasai seluruh kota penting di Spanyol.

B. Perkembangan Pendidikan Islam di Spanyol

  1. Mendirikan Lembaga Pendidikan

Ketika umat Islam berkuasa di spanyol telah mendirikan madrasah-madrasah yang tidak sedikit jumlahnya guna menopang pengembangan pendidikannya. Madrasah-madrasah itu tersebar di seluruh daerah kekuasaan Islam, antara lain: Qurthubah (Cardova), Isybiliah (Seville), Thulaitihillah (Toledo), Gharnathah (Granada) dan lain sebagainya.
Guna melakukan sosialisasi ilmu pengetahuan lebih lanjut, khalifah Abdul Rahman III mencoba merintisnya dengan mendirikan Universitass Cordova sebagai pusat ilmu pengetahuan. Universitas ini mengambil tempat di sebuah masjid. Pada masa pemerintahan Al-Hakam II (961-976 M), universitas tersebut diperluas lokasinya, dan bahkan mendatangkan para professor dari timur (Al-Azhar dan Nizhamiyyah) sebagai dosen undangan untuk memberikan perkuliahan di sana.langkah yang diambil Al-Hakkam II dalam memajukan pendidikan di Spanyol Islam, kemudian diikuti oleh para penguasa sesudahnya.
Semangat (ghirah) tinggi yang ditunjukkan oleh masyarakat dalam menuntut ilmu tidak pernah mundur, meskipun untuk memperkuat eksistensi lembaga pendidikan para penguasa Spanyol Islam memberlakukan peraturan yang berbeda dengan penguasa Abbasiyah di Baghdad. Peraturan tersebut dengan memungut biaya bagi para siswanya. Hal ini dilakukan bagi terlaksananya penyelenggaraan pendidikan yang diinginkan. Semangat menuntut ilimu yang diperkenalkan Spanyol Islam, bukan hanya terbatas bagi para pelajar muslim saja, akan tetapi juga terbuka kepada para pelajar nonmuslim. Sikap toleran yang ditawarkan membuat para pelajar nonmuslim berlomba-lomba untuk menuntut ilmu di Spanyol Islam.
Dalam menunjang pendidikannya, pendidikan Spanyol Islam memberlakukan kurikulum universal dan kompherensif. Artinya, menawarkan materi pendidikan agama dan umum secara integral pada setiap tingkatan pendidikannya, khususnya pada pendidikan tinggi. Indikasi dari kedalaman dan keluasan kurikulum spanyol islam waktu itu boleh jadi ditentukan konsekuensi-konsekuensi pratikal yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, sehingga pola kurikulum yang diterapkan tidak bersifat fleksibel dan adaptik.
2.Pengembangan Perpustakaan
Kelancaran proses pendidikan sangat tergantung dari prasarana-prasarana yang mendukung. Diantaranya adalah fasilitas perpustakaan. Untuk itulah khalifah-khalifah Umayah di Spanyol telah berupaya menyisihkan dana dari kas Negara untuk membangun berbagai sarana pendukung tersebut secara intensif.
Ambisi untuk mnedirikan perpustakaan, bukan hanya dilakukan oleh para khalifah saja. Akan tetapi, ambisi tersebut juga telah diwakili oleh setiap masyarakat Spanyol Islam. Mereka mengoleksi berbagai buku bukan untuk kepentingannya dirinya saja.besarnya perhatian umat Islam di Spanyol dalam penyediaan sarana perpustakaan sangat luar biasa. Ini dapat dilihat dengan berdirinya perpustakaan Khazanatul Humist-Tsani di Andalusia. Perpustakaan ini memiliki buku sebanyak 400.000 jilid. Di samping perpustakaan-perpustakaan lain yang didirikan oleh perorangan untuk dimanfaatkan secara umum, bahkan mereka berlomba-lomba untuk mendirikannya.
Penomena ini menyulap daerah Spanyol menjadi negara yang kaya dan makmur, di samping kemerdekaan ilmiah yang dikembangkan. Kondisi ini terlihat dari peratuaran yang berlaku saat itu. Ilmu pengetahuan bukan hanya milik orang merdeka, tetapi juga merupakan milik para budak. Hubungan yang harmonis ini menjadi daya penggerak tersendiri bagi kemajuan pendidikan yang diperkenalkan Spanyol Islam.
3. Faktor Penunjang Pengembangan Pendidikan Spanyol Islam
Ilmu pengetahuan Spanyol Islam tidak telepas dari berbagai factor, baik factor internal maupun eksternal. Factor internal dalam hal ini adalah factor ajaran islam sebagai motivasi, nilai dan doktrin merupakan factor utama dalam memajukan pendidikan Spanyol Islam. Ini terlihat dari gairah umat Islam dalam menyikapi dorongan tersebut. Mereka menyikapi ilmu pengetahuan bukan untuk mencari kedudukan tertentu dalam susunan pemerintahan, akan tetapi karena tuntutan ajaran Islam.
Factor ekstrinsik merupakan factor yang berhubungan dengan upaya kaum muslimin Spanyol dalam menciptakan kultur Islam dalam bentuk peradaban. Factor tersebut antara lain:
 Factor kekuasaan. Factor ini direflesikan dalam bentuk kebijaksanaan penguasa Umayah II dan penguasa lainnya, member dukungan yang sangat kuat dalam perkembangan pendidikan.
 Faktor akademis. Munculnya lembaga pendidikan di Spanyol memiliki saham yang cukup besar dalam menstimulasi dan mendinamisir kaum muslim untuk mengembagkan pendidikan dan melalukan berbagai rangkaian riset.
 Factor kompetisi posotif. Dimensi ini memberikan nuansa, bahwa ketika mereka berlomba-lomba mengembagkan ilmu pengetahuan akan tetapi mereka masih menjaga kode etik dan harmonisasi hubungan pertransperan ilmu.
 Factor toleransi dan stabilitas nasional. Kondisi kondusif ini ikut memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan peradaban di Spanyol. Spanyol tidak mendeskriditkan umat non Islam, mereka diperlakukan sama dalam semua aspek, kecuali agama.

4. Bias Pendidikan Spanyol Islam Bagi Perkembangan Dunia Modern
Spanyol Islam mencapai jaman keemasan, dengan kebangkitan dinamika intelektualitasnya dalam segala bidang ilmu pengetahuan secara integral dan harmonis antara tahun 1050-1300 M. di sisi lain, pada waktu bersamaan dunia belahan Eropa mengalami stagnasi ilmu pengetahuan. Dogma gerejani yang melarang mempelajari dan menganggap filsafat dan ilmu Yunani berbahaya bagi agama Kristen.
Kondisi inilah yang menyebabkan banyak para ilmuan Eropa yang haus akan ilmu pengetahuan, keluar dari negaranya. perkenalan mereka dengan dunia Islam menyebabkan mereka kagum dengan kebijaksanaan pemerintah dan semangat umat Islam dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Mereka berupaya mentransper ilmu pengetahuan yang berkembang di dunia Islam ke dunia Eropa, dengan jalan menerjemahkan sejumlah buku-buku.
Bunga dasri pencerahan ilmu pengetahuan inilah yang menstimuli timbulnya institusi baru ilmu pengetahuan di Eropa. Dari sinilah kemudian lahir beberapa lembaga pendidikan di Eropa.
C. Pola Pendidikan Islam di Spanyol
1. Kuttab
Di Andalusia banyak terdapat kuttab-kuttab yang menyebar sampai ke pinggira kota. Pada lembaga ini, para siswa mempelajari berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan, seperti fikih, bahasa dan sastra, music dan kesenian. Kuttab termasuk lembaga pendidikan yang terendah yang sudah tertata dengan rapi di saat itu. Pada lembaga ini siswa-siswanya mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan di antaranya:
a. Fikih
Pemeluk Islam di Andalusia menganut mazhab Imam Maliki. Tokoh-tokoh yang termahsyur di sini diantaranya tersebut nama Ziyad ibnu Abd. Ar-Rahman, Abu Bakar ibn al-Qutiyah, Munzir Ibn Said al-Baluti dan Ibn Hazm yang sangat popular di kala itu.
b. Bahasa dan Sastra
Bahasa arab menjadi bahasa resmi umat Islam di Spanyol, bahasa ini dapat dipelajari di kuttab, bahkan kepada siswanya diwajibkan untuk selalu melakukan dialog dengan memakai bahasa resmi Islam (bahasa arab), sehingga bahasa ini menjadi cpat popular dan menjadi bahasa keseharian.
Totkoh-tokoh bahasa tersebut adalah Ibn Sayidih, Ibn Malik yang mengarang Al-Fiyah, Ibn Khuruf dll. Di bidang sastra tersohor nama Ibn Abd. Rabbih, Ibn Bassam dan Al-Fath ibn Khaqam.
c. Musik dan Seni
Di Spanyol berkembang music-musik yang bernuansa arab yang merangsang tumbuhnya nilai-nilai kepahlawanan. Banyak tokoh music yang bermunculan ketika itu, di antaranya Al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Ziryab (789-857)
Ziryab selalu tampil pada acara-acara perjamuan kenegaraan di Cordova, karena ia merupakan aransemen music yang handal dan piawai pula mengubah syair-syair lagu yang pantas dikonsumtifkan kepada seluruh lapisan dan tingkat timur.

2. Pendidikan Tinggi
Tidak dapat dipungkiri bahwa Islam di spanyol merupakan tonggak sejarah peradaban, kebudayaan dan pendidikan pada abad kedelapan dan akhir abad ketiga belas. Universitas Cordova berdiri megah dan menjadi ikon Spanyol, sehingga Spanyol termashyur ke seluruh dunia.
Universitas ini tegak bersanding dengan Masjid Abdurrahman III, yang pada akhirnya berkembang menjadi lembaga pendidikan tinggi yang terkenal dan setara dengan Universitas Al-Azhar di Cairo dan Universitas Nizamiyah di Baghdad. Selain itu, terdapat juga Universitas Sevilla, Malaga, dan Granada. Secara garis besar perguruan tinggi di spanyol terdapat dua konsentrasi ilmu pengetahuan yaitu:
a. Filsafat
Universitas Cordova mampu menyaingi Baghdad, salah satu diantaranya karena mampu mengimpor ilmu filsafat dari belahan timur dalam jumlah yang besar.
Ibnu Bajjah adalah filosof muslim yang pertama dan utama dalam sejarah kefilsafatan di Andalus. Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad ibnu Yahya ibnu Al-Shaiq, yang lebih terkenal dengan nama ibnu Bajjah.
Dilahirkan di Zaragoza, ia pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena keracunan di Fez tahun 1138 M dalam usia muda. Seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina di Timur, masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis. Magnum opusnya adalah Tadbir al-Mutawabbid
Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah Timur Granada dan wafat pada usia lanjut pada tahun 1185 M. ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Bagian akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristotelis yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibnu Rusyd dari Cordova, ia lahir tahun 1126 M dan wafatnya tahun 1198 M. ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristotelis dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah klasik tentang keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli fiqih dengan karyanya yang termasyhur Bidayah al-Mujtahid
b. Sains
Tercatat nama Abbas ibn Farnas yang termasyur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ia adalah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu. Perkembangan sains pada daerah ini diikuti pula oleh ilmu kedokteran, matematika, kimia dan music serta ilmu lainnya, bahkan ada ilmuan wanita yang ahli kedokteran, yaitu Umm al-Hasan binti Abi Ja’far.
3. Faktor Pendukung Kemajuan Islam di Spanyol
a. Adanya dukungan dari penguasa, membuat pendidikan Islam cepat sekali maju, karena penguasa sangat mencintai ilmu pengetahuan dan berwawasan jauh ke depan.
b. Adanya beberapa sekolah dan universitas di beberapa kota Spanyol yang sangat terkenal (Universitas Cordova, Malaga, Sevilla, dan Granada).
c. Banyaknya para sarjana Islam yang dating dari ujung timur dan ujung barat wilayah Islam dengan membawa berbagai buku dan berbagai wawasan.
d. Adanya persaingan antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban.

4. Runtuhnya Kedigdayaan Islam di Andalusia
Di antara penyebab keruntuhan peradaban dan pendidikan Islam di Andalusia adalah:
a. Konflik Agama
Pada akhir-akhir kemajuan peradaban pendidikan Islam di Andalusia, telah muncul ke permukaan paham-paham dan perbedayaan keyakinan. Kondisi yang tidak menguntungkan bagi umat Islam telah membuat “berani” umat Kristiani menampakkan dirinya ke permukaan. Bahkan terang-terangan berani menentang kebijakan penguasa Islam di kala itu.
b. Ideologi Perpecahan
Kultur social kemasyarakatan ketika itu amat berpeluang besar terjadinya pertikaian, apalagi dengan tida adanya sosok pemimpin yang dapat mempersatukan ideology yang telah memecah belah persatuan. Sehingga keamanan negeri tidak lagi bisa terjamin dan terjadinya perampokan di mana-mana. Kondisi seperti ini dimanfaatkan oleh umat Kristiani untuk menyusun kekuatan.
c. Krisis Ekonomi
Dalam situasi semakin sulit, umat kristiani tidak lagi jujur dalam membayar upetinya kepada penguasa Islam, dengan berbagai dalih. Sering terjadi perampokan yang diskenario oleh kelompok Kristiani, dan pada akhirnya menuduh Islam yang berbuat aniaya kepadanya. Pemerintah lebih memperhatikan kemajuan pendidikan dan lupa menata perekonomian, sehingga melemahkan ekonomi Negara.
d. Peralihan Kekuasaan
Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Fendinand dan Isabella, sementara di kalangan Islam sendiri terjadi perpindahan kekuasaan dengan system ahli waris. Pola yang masih dipertahankan umat Islam dalam menggantikan tampuk kepemimpinan kadang jauh dari kelayakan.
D. Pola Pendidikan Islam di Sisilia
1. Kuttab
Kuttab adalah pola pendidikan terendah di Sisilia. Di sana anak belajar menulis, berhitung, dan bahasa arab. Dengan bukti banyaknya kuttab-kuttab yang berkembang dan lembaga pendidikan dapat diprediksi bahwa dalam waktu yang singkat Sisilia dapat mewujudkan mimpi besarnya. Terbukti sampai sekarang dengan masih eksisnya Universitas Palermo. Kehadiran Palermo dapat menjawab dan menyalurkan generasi muda yang belajar di kuttab, sehingga memekarkan kesturi intelektual di masa itu.
2. Sains dan Teknologi
Sisilia telah menorehkan sejarah yang tak dapat didustakan untuk peradabab dan perkembangan ilmu pengetahuan, karena pada masa ini telah menetaskan ulama-ulama besar yang melahirkan karya-karya besar, diantaranya yaitu:
a. Muhammad ibn Khurasan dan Ismail ibn Khalaf, di bidang ilmu Al-Quran dan Qiraat.
b. Abu Abbas dan Abu Bakar ibn Muhammad al-Yamimi, dalam bidang hadis.
c. Ibnu al-Farra dan Musa ibn Hasan, dalam bidang ilmu kalam.
d. Ali Hamzah al-Bashri dalam bidang sastra.
e. Abu Sa’id Ibrahim dan Abu Bakar al-Shiqali, bidang fisika, kimia dan matematika.
f. Abu Al-Abbas Ahmad ibn al-Salam, dalam bidang kedokteran.
3. Faktor Pendukung Kemajuan Pendidikan Islam di Sisilia
a. Para penguasa muslim di Sisilia adalah orang pencinta ilmu dan berwawasan luas. Mereka mengirim siswa-siswa berbakat untuk belajar di universitas-universitas terkemuka di dunia Islam.
b. Menggaji para dosen, peneliti dan ilmuwan.
c. Membebaskan para dosen, peneliti, dan ilmuwan dari wajib militer.
d. Migrasi para ilmuan, peneliti, dosen dan guru dari berbagai penjuru dunia Islam ke Sisilia, karena tertarik tunjangan yang memadai.
4. Perang Salib dan Akibatnya Terhadap Pendidikan Islam dan Ilmuwan Muslim di Andalusia dan Sisilia
Philip K. Hitti berpendapat bahwa perang salib terjadi tiga angkatan. semua Negara Kristen mempersiapkan tentara yang lengkap persenjataannya untuk pergi berperang merebut palestina. Dari sisnilah bermula suatu penyerbuan Barat Kristen ke dunia Islam yang berjalan selama 200 tahun lamanya dari mulai 1095-1293.
Dengan akal sehat dapat difahami bahwa, peperangan yang memakan waktu lama, mau tidak mau memorak-porandakan segalanya. Keadaan seperti ini mengakibatnya leburnya seluruh perjuangan yang sudah ditata dengan baik. Keamanan tidak lagi bisa dijamin, penduduk saling mencurigai, pendidikan tidak lagi berjalan seperti yang diharapkan.
Akibat yang ditimbulkan oleh perang salib yang berlangsung selama dua abad itu amat banyak, diantaranya:
 Pemelik Islam yang menduduki Andalusia dan Sisilia terpaksa hengkang dari dua daerah ini, karena kemenangan Ratu Isabella dan Raja Ferdinand membuat mereka memberikan tiga tawaran yang tidak menggantungkan satupun (keluar dari spanyol, memeluk Kristen, atau dibunuh).
 Delapan kalai perang salib, hanya serangan pertama yang dianggap menang, sedangkan yang lainnya adalah gagal, sehingga tujuan perang dialihkan untuk merebut kota Mesir.
 Kegagalan merebut mesir membuat perang salib selanjutnya tidak terarah, maka Spanyol dan Sisilia diserang dengan membabibuta tanpa pandang bulu, sehingga daerah ini mendapat getah dari perang salib.
 Dengan dikuasainya Sisilia dan Spanyol oleh Raja Ferdinand dan Ratu Isabella yang sangat membenci Islam karena perang salib, sehingga mereka mengikis habis seluruh jejak Islam dan peradabannya, kecuali bangunan-bangunan yang dianggap perlu yang masih eksis sampai sekarang.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Eksistensi perkembangan ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh peradaban Spanyol Islam di segala bidang, telah menjadikannya sebagai sebuah Negara adikuasa di zamannya. Kehadirannya telah banyak mewarnai pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam.
Pengembangan ilmu pengetahuan di Spanyol Islam dimulai dengan mendirikannya mendirikan lembaga pendidikan, seperti madrasah-madrasah dan Universitas Cordova sebagai pusat ilmu pengetahuan. Selain itu, demi kelancaran proses pendidikan, maka dibangunlah fasilitas perpustakaan. Perpustakaan itu dibangun atas upaya Abdurrahman III juga dilakukan oleh Al-Hakam II dengan membangun perpustakaan terbesar di seluruh Eropa pada masa itu.
Namun demikian, perputaran jarum sejarah tidak selamanya menunjukkan arahnya ke dunia Islam. Selang beberapa waktu kemudian dunia Islam mengalami disintegrasi dan stagnasi roh ilmiah intelektual.kondisi ini menjadikan umat antipasti terhadap dinamika intelektual filosofis. Sementara itu banyaklah para filsuf muslim yang harus “keluar” dari negerinya yang sudah tak “bersahabat” lagi dengan ide-idenya ke tempat yang lebih aman, yaitu Benua Eropa.
Selain itu, sejarah pendidikan Islam di Spanyol Islam dapat disimpulkan sebagai berikut:
 Islam berkuasa di Spanyol kurang lebih delapan abad lamanya, sedangkan di Sisilia kurang lebih empat abad, sehingga membuat kedua wilayah tersebut menjadi terkenal di dunia di bidang pendidikan dan peradaban.
 Kedua daerah ini diselenggarakan pendidikan dengan kuttab yang mempelajari pengetahuan dasar dan menengah (Al-Qur’an, fikih, bahasa, kesenian dan lain-lain. Pada perguruan tinggi telah mengarak pada disiplin ilmu khusus (agama, sains, dan teknologi).
 Keegoan faham agama telah merusak tatanan kehidupan pendidikan Islam pada kedua daerah tersebut, ditambah dengan keberhasilan bangsa Kristiani mengalahkan Islam, dan mengakibatkan tenggelamnya daerah ini beberapa lama dari peradaban dunia Islam.
B. Saran
Dari pembahasan makalah di atas, hendaknya intelektual muslim dapat mengambil pelajaran berharga sejarah. Kemegahan ummat islam masa lampau tidak untuk dijadikan sebagai nostalgiah belaka, tapi diambil sisi positifnya sembari memperbaiki kekeliruan di masa lampau. Dengan demikian ummat islam akan kembali bangkit memimpin peradaban dunia.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Harum, Maidir. 2001. Sejarah Pendidikan Islam. Padang: IAIN Imam Bonjol.
Munir, Syamsul. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Nizar, Samsul. 2009. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Syalabi, Ahmad. 1973. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang
Thahir, Ajid. 2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: PT. Grafindo Persada
Yatim, Badri. 1995. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Yatim, Badri. 2006. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Grafindo Persada.
http://pendiputra.woerdpress.com/2010/06/07/islam-di-spanyol/
http://roseflower92.wordpress.com/2013/01/09/perkembangan-islam-di-andalusia/id-answers.yahoo.com/question
http://marx83.wordpress.com/2008/07/15/islam-spanyol-perkembangan-pendidikan-islam/
http://my.opera.com/coretanku27/blog/perkembangan-islam-di-eropa/
http://badrislam.blogspot.com/2009/05/sejarah-masuknya-islam-ke-spanyol-spaim.html
http://dunia.islam.pelitaonline.com/news/2013/03/02/alhamdulillah-muslimah-di-spanyol-boleh-bercadar
http://sunni.abatasa.co.id/post/detail/15750/dibandingkan-kristen-islam-lebih-memberdayakan-kaumperempuan
https://sites.google.com./site/ppmenetherlands/kazanah/sejarah-islam-di-spanyol

 

GERAKAN BUDAI DI UNISSULA MENJADIKAN INSAN MAHASISWA YANG TEGUH PENDIRIAN (ISTIQAMAH)

 

GERAKAN  BUDAI DI UNISSULA  MENJADIKAN INSAN MAHASISWA YANG TEGUH PENDIRIAN (ISTIQAMAH)

IMG-20131116-01302 - Copy30.  Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang Telah dijanjikan Allah kepadamu”.

31.  Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta.

32.  Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dari bebrapa ayat yang berbunyi di atas daapat disimpulkan bahwa sikap teguh pendidrian (istiQamah)merupakan kebutuhan pokok yang sangat diperlukan oleh setiap indifidu yang menempuh jalan Allah. Istiqamah berarti melakukan sesuatu tanpa putus-putus, baik dalam suatu ibadah maupun suatu pekerjaan. Orang yang selalu teguh pendidirian, baik mencangkupnya maupun maupun suatu pekerjaan , maka ia menedekati pada sebuah keberhasilan.contoh dalam ibadah ia selalu berdo’a pada waktu yang pas dan tepat.maka tidak akan lama sesuatu yang ia minta akan terkabulkan, karena Allah selalu melihat terhadap hambanya apayang ia lakukan dan insya’ Allah Dia akan menggabulkan-Nya. Begitu juga dengan suatu pekerjaan , kalau ia trus- teusan melakukan pekerjaan tersebut tanpa lelah dan mengeluh, maka sebentar lagi ia akan menjumpai titik kesuksesannya. Itulah buah dari istiqamah. Dengan catatan, dari usah-usah tersebut dibarengi dengan keyakinan ( optimis) dan kesabaran.

Keyakinan (optimisme) timbul dari rasa gembira dengan kemurahan Allah dan karunia-Nya serta perasaan lega menanti kemurahan dan anugera-Nya karena percaya akan kemurahan tuhan-Nya, orang yang mempunyai sikap optimis ialah orang yang mempunyai kelestarian dalam menjalankan ketaatan dan menegakkan semua yang dituntut oleh keimanannya. Dia berharap agar Allah tidak memalingkannya, serta melipatgandakan pahalanya. Orang-orang yang optimis adalah orang yang melawan terhadap hawa nafsu yang menjerat pada jalan yang bukan kebajikan, melawan akan ketakutan yang dihadapinya, dan selalu berhat riang gembira dan sentosa. Begitu juga dengan kesabaran, orang-orang yang sabar adalah mereka yang mampu membentengi dirinya untuk terus melawan terhadap apa yang menjadi rintangan dalam hidupnya, dan ia terus berusaha menyingkirkan kegagalan-kegagalan. Sabar merupakan bekal yang tidak pernah habis, penlong yang tak pernah surut,dan teman yang tidak pernah jemu.

Dari uraian firman Allah SWT di atas, jika dikaitkan dengan kondisi mahasiswa Universitas Sultan Agung Semarang maka akan nampak sangat jelas bahwa dengan gerakan penerapan Budaya akademik Islami telah menjadikan mereka Istiqamah, terutama dalam hal ibadah. Salah satu gerakan yang betul nyata yang bisa disaksikan secara berasama-sama adalah bagaimana komitmen mahasiswa dan menegakkan shalat berjamaah di masjid Abu Bakar As-Shegaf yang merupkan masjid Agung Universitas Sultan Agung. Komitmen mahsiswa tersebut sudah betul-betul tertanam dalam qalbu setiap mahasiswa, hal itu terbukti ketika waktu shalat lima waktu telah masuk, dan azan telah kumandangkan oleh mu’azin, maka seluruh mahasiswa serta-merta meninggalkan seluruh aktivitas mereka kemudian berbondong-bondong memadati masjid Abu Bakar As-Shegaf untuk mandirikan shalat berjama’ah.

Selain gerakan menegakkan shalat berjama’ah di masjid, kegiatan-kegiatan Islami lainnya yang dilakukan oleh mahasiswa adalah gerakan Unissulaku mengaji, gerakan ini juga menekankan kepada mahasiswa agar terbebas dari buta Aksara Al Qur’an. Terutama kepada mahasiswa pemula yang bacaan Qur’annya masih terbata-bata.  Gerakan ini tidak hanya berlaku bagi mahasiswa faklutas Tarbiyah, akan tetapi berlaku di seluruh Faklutas. Keberhasilan Gerakan ini juga didukung penuh oleh jajaran birokrasi kampus Universitas Sultan Agung Seamarang. Bentuk dukungan birokrasi tersebut sangat terlihat jelas dengan aturannya bahwa mahasiswa tidak berhak memperoleh ijazah apabila tidak memiliki sertifikat BUDAI. Merkipun mahasiswa yang bersangkutan telah diwisuda. Toleransi yang diberikan kepada mahasiswa yang sudah wisuda namun belum lulus tutor Budai yaitu mahasiswa diadakan pembinaan khusus sampai mahasiswa tersebut lulus dan memiliki sertifikaf.

PERADABAN ISLAM PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN

IMG-20131116-01302 - Copy“Bismillah membangun generasi khaira ummah”

MAKALAH

PERADABAN ISLAM PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN

Oleh:

AL AZHAR

NIM : 1513610404

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG (UNISULA)

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM (MPdI)

SEMARANG

2013

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, menyertai rangkaian kalimat ini puji syukur sepatutnya kita ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, meskipun jauh dari kesempurnaan. Kesempurnaan hanya milik-Nya, khilaf dan salah hanya milik penulis sebagai hamba-Nya. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah pada junjungan Baginda Muhammad SAW, yang senantiasa dinantikan syafaatnya.

Sebagai akhir kata, peneliti mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan para pembaca umumnya. Baca lebih lanjut